Kamis, 05 Februari 2009

Nyo2 kepompong imut 2

Dari menulis di blok aku teruskan menulis di laptop. Tidak enak kalau tidak diteruskan. Nanti aku copy saja filenya di blogku. Oke cerita berlanjut. Ketika itu pulang sekolah aku, arifin, bangkit mempunyai misi menyelamatkan seorang putri. Kami melewati pintu gerbang belakang sekolah agar tidak ketahuan sang senior yang menunggu di depan sekolah. Sebenarnya pengen sekali aku yang membonceng Dewi hingga sampai rumahku, tapi Arifin sudah keburu naik ke motor Honda ulungku. Dewi akhirnya dibonceng oleh Bangkit. Dalam hati aku berkata, “enak banget si Bangkit”.. Misi berhasil dilaksanakan. Kami berhasil mencapai rumahku. Setelah mengantarkan Dewi Bangkit langsung pulang karena ada acara. Sampai di rumah aku berandai-andai, “andai aku yang menembak Dewi, pasti sukses”. Di rumahku kebetulan tidak ada orang, ibuku yang biasanya di rumah pergi ke Jombang karena ada acara arisan, biasa ibu-ibu Bhayangkari (perkumpulan istri polisi). Karena tidak ada makanan, akhirnya arifin keluar membeli nasi pecel. Kesempatan, tinggal aku dan Dewi berdua saja. Aku harus bisa menembak. Langsung aku menyetel lagunya Ada Band, yang kasetnya aku pinjam dari temanku, judul lagunya Jadikan Aku Raja. Begitu aku melihat wajahnya aku berdebar-debar. Mau menembak kok rasanya waktunya tidak tepat ya. Aku melihat Dewi begitu menikmati lagu Jadika Aku Raja. Padahal lagu itu merupakan representasi dari hatiku yang paling dalam. Dan sepertinya wajah Dewi terlihat kelelahan. Aku diam saja sambil sedikit melirik wajah Dewi. Kesempatanku akhirnua berakhir ketika Arifin datang membawa nasi pecel. Kami bertiga akhirnya makan dulu. Hilanglah sudah kesempatanku. Matahari semakin jatuh ke Barat. Tidak terasa hari sudah sore. Waktunya memulangkan tuan puteri ke istananya, takut nantinya ibundanya marah besar. Arifin bilang padaku, “Gung, aku tidak bisa mengantar Dewi, kamu aja yang ngantar, enak lho bonceng cewek”. Kontan saja aku bilang iya.. Benar kawan membonceng cewek itu rasanya lain, apalagi cewek itu adalah orang yang kita sukai, hangaaat rasanya. Inilah aku pertama kali membonceng cewek. Sebeumnya tidak pernah aku membonceng cewek, kecuali ibuku. Langsung aku starter motor Honda ulungku. Sengaja aku pelankan kecepatannya biar bisa ngobrol panjang dengan Dewi. Di jalan kami bercerita tentang masa kecil, tentang keluarga, sampai pada sang senior yang mau menembak Dewi tadi. Jarak antara rumahku ke rumahnya Dewi hanya 3 km, tapi bagiku seperti 1 m. Kok cepat sampai ya?? Senyum manis Dewi mengambang kepadaku, “Thak’s ya...”. Aduhh, manis sekali.. Sampai rumah aku berpikir, “kenapa ya aku kok tidak bisa menembak, menyatakan aku sayang padamu”. Nasib-nasib, kalau bertemu wanita aku selalu demam panggung. Padahal Dewi ini adalah sahabatku dari SMP, atau tepatnya dari mendaftar ke SMA. Ada satu pengalaman yang sangat mengasyikkan bagiku. Ketika itu pulang sekolah pagi, biasa ada rapat dewan guru. Aku diajak Arifin dan pacarnya dolan, main ke Kediri. Dan lebih asyik lagi aku mengajak Dewi. Dua kali aku membonceng cewek. Waktu itu kami ke Sri Ratu, sebuah maal di kota Kediri. Dari Sri Ratu kami beli beberapa camilan kemudian tujuan selanjutnya adalah ke tempat wisata Goa Selomangkleng. Sebuah situs berbentuk gua yang ada tulisannya dan berhuruf kwadrat, huruf kuno yang diperkirakan berasal dari Kerajaan Kadiri. Sepeda motoran jarak jauh pertama bagiku... Dengan wanita yang aku sukai lagi.. hatiku berbunga-bunga. Kenaikan ke kelas 3 merupakan hal yang tidak aku inginkan. Aku harus berpisah kelas dengan Dewi. Aku juga merasa sedih, teman-teman dekatku masuk ke kelas IPA semua, sedangkan aku masuh ke kelas Bahasa. Sampai kelas tiga pun aku belum bisa menembak Dewi. Sebelum kenaikan kelas, teman-temanku mengadakan rekreasi ke Pantai Pasir Putih di Trenggalek. Tapi persediaan dana tidak mencukupi. Akhirnya aku mengajak Alfian ikut. Eh bukannya menjadi penyelamat, Alfian malah jadi duri yang menyebabkan penyakit tetanus. Alfian malah dekat dengan Dewi, duduknya pun di dekatnya Dewi ketika di dalam mini bus. Walah malah ketika di Gua Lawa (gua kelelawar), di dalamnya kan gelap, lha si Alfian malah menggandeng Dewi.. Api cemburuku membara.. Aku jadi agak naik pitam, biasanya aku 3-4 kali seminggu ke rumahnya Dewi, aku tidak ke sana selama seminggu. Aneh ya, padahal belum jadian.
Kelas tiga SMA merupakan penentuan masa sekolah. Aku sudah mulai konsentrasi sekolah dan merencanakan akan kuliah dimana. Kelasku ada di paling pojok. Setiap hari setiap pulang sekolah aku selalu melihat ke jendela, melihat Dewi yang berjalan pulang dan selalu melewati kelasku. Ya Allah, semakin dekat saja hatiku dengan Dewi. Di kelas tiga kami semakin dekat. Aku juga sering ke kelasnya ketika pulang sekolah, maupun ketika istrahat. Sering aku ngobrol dengan Dewi di depan kelasnya di IPA 3. Suatu ketika Rifky temanku sekelas mengajakku nonton konser band Cokelat di Jombang. Teman-teman yang melihat konser pergi berpasangan, Rifky dengan Nano, Eko dengan Lia, aku sama siapa ya? Terus ada Dewi melintas di depan kelasku. Sifat malu pada wanita masih melekat dalam diriku. Ingin aku mengajak Dewi kok ya sulit sekali. Untung saja Sri memotivasiku untuk mengajak Dewi. Dewi pun mau. Grogi kawan rasanya mengajak cewek lihat konser pertama kali. Sampai di rumah aku bingung mau dandan apa? Pakai ini kok tidak cocok, pakai itu salah.. Sampai jam pun berlalu, aku janjian jemput Dewi jam 7, konsernya dimulai jam 9.00. Karena terburu-buru aku pun pakai kostum seadanya. Aku menjemput Dewi. Sebelum berangkat ke Jombang aku ngumpul dulu di rumahnya Rifky, nanti berangkat bareng. Dan kau tahu kawan sampai di rumahnya Rifky Dewi senyum-senyum kepadaku. GR (gede rasa) aku rasanya. Teman-teman yang lain juga tertawa melihatku. “Hai Gung, kamu mau lihat konser atau mau olahraga??” kata Rifky. Ketika aku melihat diriku, astaga, aku memakai kostum yang unik. Aku memakai training (celana olahraga) dan memakai jaket merah, persis pelatih sepak bola. Mangkanya teman-teman pada tertawa. Akhirnya biarlah aku memakai kostum ini. Kemudian berangkatlah kita ke Jombang. Ternyata lihat konser seru juga, banyak orang. Ketika artisnya manggung yang nonton pada loncat-loncat. Dalam konser panggung di tempat terbuka pasti ada penonton yang tawuran. Gila orang tawuran itu, seperti orang kesurupan dan itu terjadi di depan kita. Dengan refleks aku langsung merangkul Dewi. Ketika reda aku melihat tanganku masih merangkul, dan Dewi senyum-senyum saja. Dengan malu aku langsung melepaskan tanganku. Senang rasanya melihat Dewi ceria sambil loncat-loncat menirukan lagunya Cokelat. Dag dig dug hatiku. Dalam hati aku malah berdoa semoga ada tawuran lagi, nanti aku merangkul Dewi lagi. Ternyata doaku terkabul. Bukan tawuran yang terjadi tapi foto bersama. Ketika foto bersama aku dengan agak deredeg (nervous =Jawa) merangkul Dewi lagi dengan tangan kiriku. Dan jepret... Asyik aku bisa merangkul cewek yang pertama kali...
Ulang tahun ke 17 merupakan spesial bagi remaja. Angka 17 ini merupakan angka keramat bagi kawula muda karena merupakan simbol dari kedewasaan tahap awal. Besok tanggal 30 Juni merupakan ultah Dewi yang ke-17 tahun. Aku bimbang, enaknya diberi hadiah apa ya? Sepulang sekolah aku diajak Arifin ke pasar Warungjayeng buat beli hadiah. Agak sewot aku sebenarnya sama anak ini, tapi tidak apa-apalah, positif thingking saja. Di pasar kami mencari hadiah yang cocok buat Dewi. Lama mencari dan bingung mau dikado apa, akhirnya Arifin memberi usul, “kita beki sajadah saja, jan Dewi sholatnya agak kurang”. Sebenarnya aku juga bingung, tapi tidak apa-apalah. Kemudian kami ke sebuah toko baju muslim dan membeli sajadah, itupun pakai uang ku, padahal tadinya kita urunan. Tidak apa-apalah Seperti biasa tradisi ulang tahun kita adalah mentraktir, tempat yang sering dipakai traktiran adalah warung bambu di depan sekolah (SMA 1 Kertosono). Kali ini aku berdandan normal, tidak memakai celana training lagi. Berangkat aku dengan Honda ulung ke rumahnya Dewi. Teman-teman juga sudah pada ngumpul. Ada yang ganjel di pikiranku ketika di rumahnya Dewi. Doni teman lain kelas yang pernah nembak Dewi datang juga. Panas lah hatiku, apalagi teman-teman yang lain mencomblangi mereka, bukan aku. Berangkat ke Bambu pun aku malah bonceng Anis, Dewi malah dibonceng sama Doni. Tambah panaslah hatiku. Makan di Bambu rasanya hambar, tidak enak banget. Aku dilanda cemburu. Aku melihat Doni ngobrol terus sama Dewi, duduknya dekat lagi.. Yang paling tidak enak lagi ibunya Dewi mengirim SMS ke Bangkit. Bangkit ini sebelumnya punya masalah, dia di putusin sama pacarnya. Ibunya Dewi malah merekomendasikan Bangkit pacaran sama Dewi. Walah hancur bagaikan di terjang badai tsunami hatiku...
Mendekati kelulusan biasanya di sekolah menyelanggarakan informasi tentang Perguruan Tinggi. Aku juga mendaftar, waktu itu aku mendaftar PMDK (Penelusuran Minat Dan Kemampuan) di UM (Universitas Negeri Malang) di Jurusan Sejarah dan mendaftar UM (Ujian Masuk) UGM (Universitas Gajah Mada), juga milih Jurusan Sejarah. Dewi juga ikut PMDK di UM mengambil Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris. Hari demi hari semakin dekat aku dengan Dewi. Aku sering mengantarnya pulang, mengantar ke sekolah kalau ada jadwal olahraga pagi. Dan seringkali juga menjemput ke rumahnya. Tapi perlu dicatat, aku belum jadian sama Dewi. Dewi ini sebenarnya tidak suka dengan hubungan tanpa status. Tapi anehnya, kok lama ya hubungan sama aku? Sering juga Dewi menelpun rumahku. Sampai-sampai aku duduk di sebelahnya telepon rumahku, menunggu telepon dari Dewi. Bulan Maret tepatnya tanggal 31 adalah ulang tahunku. Sesuai tradisi nantinya aku harus mentraktir teman-teman. Tapi di bulan awal bulan April aku harus ke Yogyakarta sama teman-teman yang lain untuk ikut UM UGM. Otomatis aku harus menghemat uang. Dengan terpaksa aku minta maaf sama teman-teman dekatku kalau aku tidak bisa mentraktir. Sebelum hari H aku berangkat ke Yogyakarta, waktu itu tepatnya tanggal 31 Maret pas hari ultahku, siang hari aku di telepon oleh Dewi. Aku disuruh ke rumahnya, penting katanya. Aku juga tidak habis pikir, ada apa ini? Dengan agak tergesa-gesa aku menstarter sepeda ulungku. Berangkatlah aku dengan mengebut seperti Valentino Rossi ke rumahnya Dewi. Sampai di rumahnya, lho kok banyak anak ngumpul, apa ada kondangan atau bancaan (kenduri: ritual orang Jawa). Aku di suruh masuk oleh anak-anak. Banyak berkumpul ternyata termasuk Arifin. Aku masuk saja terus duduk di sofa. Kemudian tiga cewek keluar dari kamarnya Dewi yang ada di depan. Dewi, Mega, Entuk (panggilan Astutik) membawa seperti tumpeng. Dan benar di atas sebuah layah (tempat beras di bersihkan) ada segunung nasi dan beberapa lauknya. Aku heran, “itu untuk apa?” tanyaku. “Selamat Ulang Tahun Agung, panjang umur ya”.. Mendengar tiga cewek tadi hatiku trenyuh. Aku kira karena aku tidak mentraktir teman-teman aku ditinggalkan atau dijauhi ternyata tidak. Ternyata mereka mempersiapkan ritual untuk memeriahkan pesta ulang tahunku. Dan yang paling semangat mengadakan acara itu adalah Dewi. Terima kasih teman-teman. Aku menjadi manusia yang paling beruntung dikelilingi oleh teman-teman yang baik. Kemudian aku dikasih Dewi sebuah gulungan kertas dari sisa kalender. Aku disuruh buka dirumah. Ternyata isinya adalah ucapan selamat Ultah dari empat wanita Dewi, Mega, Entuk, dan Lusi. Ucapan selamat, kesan dan pesan itu ditulis dengan menggunakan huruf Jawa. Doa teman-teman inilah yang membuatku sukses dalam ujian di UGM, aku berhasil diterima di sana di Jurusan Sejarah. Tapi tidak aku ambil karena di UM melaluia jalur PMDK aku juga diterima di Jurusan yang sama. Aku memilih di UM selain karena PMDK juga karena Dewi kuliah di Malang.
Putaran roda kehidupan terus berlanjut. Aku semakin dekat saja dengan Dewi. Berangkat sekolah aku selalu menjemput Dewi. Tapi kok aku belum menyatakan “rasa” ya? Malam itu tanggal 15 April (aku sudah kelas 3 SMA) aku diajak ngumpul di rumahnya Dewi. Di situ juga ada Haxni dan Lusi. Dan ternyata mereka berdua saling suka. Aku dan Dewi ditinggal di rumahnya sedangkan dua orang itu ngobrol di depan rumahnya Dewi, tepatnya di bukit rel kereta api. Aku tidak tahu apa yang mereka bicarakan, tapi melihat wajah Haxni dan Lusi aku sudah bisa menebaknya, ya mereka sudah jadian. Sesudah menyatakan cinta Haxni dan Lusi pergi berdua, tinggalah aku dan Dewi di rumahnya. Suasana yang mendukung, di tengah kami melihat audisi API (Audisi Pelawan Indonesia) aku duduk berdua dengan Dewi. Lama kelamaan aku menggandeng tangannya dan Dewi juga merespon dengan bersandar di pundak kiriku. Berdebar rasanya. “Lusi dan Haxni sudah jadian, senang ya”. “Iya”, kataku. Jam sudah menunjukkan pukul 9 malam. Akhirnya aku tidak tahan, “Wi, sebenarnya aku sayang kamu” mak dueeer rasanya hatiku. Dewi kemudian merespon, “sejak kapan?”. “Sejak kelas dua, sejak kamu duduk di depan bangkuku, dan yang membuat aku makin sayang adalah pas ulang tahunku”, akhirnya aku membuka hatiku. Dewi masih bersandar di pundakku. Aku semakin deg-degan. Dewi tidak berkomentar. Karena sudah malam aku pamitan pulang. Masih ngambang rasanya. Tapi aku senangnya bukan main, aku sudah jadian pikirku, padahal kemarin Cuma menyatakan rasa, bukan “menembak”. Tapi setidaknya dari kejadian itu aku sangat dekat dengan Dewi, ketika ketemu selalu berdua, ketika pulang sekolah aku selalu mengantar. Tapi menurut Dewi kita masih belum jadian, kita masih ngambang, dan itu berlangsung beberapa hari. “Kamu jangan senang dulu, kamu belum nembak aku” katanya. Waduh bingung aku, sampai tidak bisa tidur. Ternyata aku belum menembak dan hubunganku dengan Dewi masih mengambang. Aku ini tidak tahu harus berbuat apa? Sampai ketika itu hari Jum’at tanggal 6 Mei 2004. Seperti biasa kami selalu ketemuan di kelas Bahasa. Dewi dieeem saja. Tak ajak bicara tidak merespon. Terus kemudian aku digandeng dan di ajak di kelasnya, IPA 3. Ngapain? Pikirku. “Udah sekarang enaknya gimana hubungan kita” katanya. Aku bingung tapi secepat kilat aku merespon, kan aku belum jadian. Langsung saja aku ajak duduk, dan aku memegang kedua tangannya. Aku mulai bilang seperti mau mengadakan Mou.” Wi, maukah kamu menjadi pacarku?”. Berdebar kencang hatiku. Aku melihat Dewi, kok dia tidak merespon? Aku ulangi perkataanku lagi sampai tiga kali. Agak kesal rasanya, aku diam. Kemudian Dewi berkata “yes, I do”. Kata yang indah, mengalahkan keindahan puisi Rendra, mengalahkan kalimat-kalimat dari Pramodya Ananta Toer. Hatiku berbunga-bunga. Hatiku bergelora seperti pertandingan Manchester United vs Chelsea. Selama ini aku menjomblo, tidak punya pacar, akhirnya aku melepas kesendirianku. Akhirnya aku mendapatkan wanita yang aku sayangi, akhirnya aku punya pacar.. Terima kasih ya Allah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

monggo kirim komentar