Rabu, 27 Mei 2009

PIAGAM PERJUANGAN SEBAGAI DASAR PEMBENTUKAN PEMERINTAH REVOLUSIONER REPUBLIK INDONESIA

BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Nasib malang yang menimpa Indonesia dalam era Demokrasi Liberal ditandai oleh pemerintahan yang tidak stabil antara tahun 1950-1957, ada tujuh kali jatuh bangun kabinet parlementer. Tidak terdapat satu pun pemerintah pasca revolusi yang dapat memenuhi harapan rakyat setelah kemenangan perjuangan nasionalis melawan kolonialisme Belanda.
Pada masa Kabinet Ali Sastroamijoyo II harus menghadapi kesukaran adanya perasaan tidak senang yang muncul di daerah-daerah seperti di Sumatera dan Sulawesi yang dikarenakan ketidakpuasan terhadap alokasi biaya pembangunan yang diterima dari pusat . Selain alasan tersebut mereka juga tidak lagi menaruh kepercayaan terhadap pemerintah. Karena mengubah pemerintah dengan jalan parlementer tidak bisa dilakukan, maka mereka menempuh jalan ekstra parlementer. Gerakan-gerakan daerah mendapat dukungan dari beberapa panglima dan terbentuklah dewan-dewan daerah yaitu Dewan Banteng di Sumatera Barat yang dibentuk oleh Letnan Kolonel Achmad Husein, Komandan Resimern Infanteri empat pada tanggal 20 Desember 1956. Dewan Gajah dibentuk oleh Kolonel Maludin Simbolon Panglima Tentara dan Territorium I (TT I) di Medan pada tanggal 22 Desember 1956, Dewan Garuda di Sumatera Selatan dan Dewan Manguni dibentuk oleh Letnan Kolonel Ventje Sumual di Manado pada tanggal 18 Februari 1957 .
Untuk meredakan pergolakan di daerah-daerah, dari tanggal 10 sampai 14 September 1957 telah dilangsungkan Musyawarah Nasional (Munas) yang dihadiri oleh tokoh-tokoh nasional baik di Pusat maupun di Daerah. Hadir pada pertemuan itu juga mantan Wakil Presiden Moh. Hatta. Di dalam musyawarah itu antara lain telah dibicarakan masalah-masalah pemerintahan, soal-soal daerah, ekonomi, keuangan, Angkatan Perang, kepartaian serta masalah yang menyangkut Dwitunggal Sukarno-Hatta .

2. Rumusan Masalah

Dari uraian di atas maka dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana proses pembentukan PRRI?
2. Bagaimana strategi Pemerintah dalam menghadapi PRRI?

3. Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah;
1. Untuk mengetahui proses pembentukan PRRI
2. Untuk mengetahui strategi Pemerintah dalam menghadapi PRRI.

BAB II
PEMBAHASAN

1. Pembentukan PRRI (Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia)

PRRI merupakan pemerintahan Revolusioner yang didirikan oleh sekelompok orang yang merasa “kecewa” dengan kebijakan pemerintah. Mereka melakukan pembangkangan dengan membentuk suatu pemerintahan sendiri . Mereka adalah para politisi pemerintah yang terdiri dari militer dan sipil, antara lain dari pihak militer, Kolonel Zulkifli Lubis, Kolonel Dahlan Djambek, Kawilarang. Dari pihak sipil antara M. Syarifuddin Prawiranegara, Mohammad Natsir, Mr. Burhanuddin Harahap, Mr. Asaat, Dr. Sumitrojoyohadikusumo serta dihormati dan didukung oleh pemerintah daerah.
Latar belakang pembentukan ini berawal dari pertemuan dari eks Dewan Banteng di Padang pada bulan November 1956 yang dihadiri oleh sekitar 600 orang. Pada pertemuan ini awalnya membahas tentang kesejahteraan mantan pejuang, terutama yang berasal dari Divisi Banteng, namun kemudian acara reuni ini pembahasannya berkembang lebih jauh, mereka mulai menyoroti masalah-masalah yang bersifat nasional. Ada semacam koreksi terhadap pemerintahan pusat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Diantaranya membahas masalah ekonomi, politik, pemerintahan, serta pembangunan.
Dalam bidang pemerintahan, problem yang muncul yaitu pada sentralisasi kekuasaan yang seluruhnya dipusatkan serta ditentukan di Jakarta. Sehingga terdapat banyak pejabat yang didatangkan langsung dari pusat ke daerah. Dalam bidang politik, masyarakat daerah melihat bahwa pemerintahan pusat telah mendapat pengaruh dari PKI yang terbukti dari masuknya PKI di Kabinet Djuanda. Sedangkan dalam bidang ekonomi yaitu pada pembangunan yang tidak merata. Pada saat itu pembangunan dikenal dengan pembangunan proyek-proyek mercusuar.
Pertemuan ini melahirkan suatu dewan yang dikenal dengan Dewan Banteng. Dewan ini menghasilkan maklumat yang dikenal dengan nama “Piagam Perjuangan“(Syamdani, 2001: 73-74). Piagam ini di keluarkan pada tanggal 10 februari 1958 dan berisi sejumlah tuntutan yang ditujukan kepada pemerintah agar bersedia kembali kepada kedudukan yang konstitusional. Isi tuntutan tersebut antara lain :
1. Tuntutan supaya Kabinet Juanda mengundurkan diri dan mengembalikan mandatnya kepada Presiden.
2. Agar pejabat Presiden Sartono membentuk kabinet baru.
3. Tuntutan agar kabinet baru diberi mandat sepenuhnya untuk bekerja sampai diselenggarakannya Pemilu.
4. Tuntutan agar Presiden Sukarno membatasi diri menurut konstitusi.
Apabila tuntutan semua di atas tidak dipenuhi dalam waktu 5x24 jam maka Dewan Perjuangan akan mengambil langkah kebijaksanaan sendiri.
Faktanya ultimatum dari Dewan Perjuangan tersebut ditolak secara tegas oleh Pemerintah. Tindakan pemerintah ini mengakibatkan Dewan Banteng mendeklarasikan:
1. Mendirikan “Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia“ (PRRI) pada 15 Februari 1958 dengan Syarifuddin Prawiranegara sebagai perdana menteri. Anggota kabinet terdiri dari tokoh-tokoh asal Sumatera dan Sulawesi termasuk para bekas menteri yang meninggalkan Jawa seperti Mohammad Natsir, Burhanuddin Harahap, Sumitro Joyohadikusumo.
2. Menolak Demokrasi Terpimpin buatan Sukarno dan Komunis.

2. Usaha Pemerintah Dalam Menghadapi PRRI

Pada tanggal 16 Februari 1958 Sukarno kembali mendesak diterapkannya perlakuan keras terhadap kaum “pemberontak“. Juanda, Nasution, serta kebanyakan pemimpin PNI dan PKI juga menghendaki “pemberontakan“ itu ditumpas. Hatta bersama-sama dengan para pemimpin Masyumi dan PSI di Jakarta mendesak suatu penyelesaian dengan perundingan sehingga menempatkan diri mereka pada posisi kompromis. Hamengkubuwono IX, yang secara tidak resmi merupakan sekutu PSI, juga lebih menyukai perundingan dan tidak bersedia menerima jabatan dalam kabinet ketika diubah susunannya pada bulan Juni 1958 karena adanya garis keras pemerintah terhadap PRRI .
Karena usaha melalui musyawarah tidak berhasil, maka untuk memulihkan keamanan negara, pemerintah dan KSAD memutuskan untuk melancarkan operasi militer. Operasi gabungan AD-AL-AU terhadap PRRI di Sumatera Tengah itu diberi nama Operasi 17 Agustus. Selain untuk menghancurkan kaum separatis, operasi ini juga bermaksud mencegah mereka meluaskan diri ke tempat-tempat lain dan mencegah turut campurnya kekuatan asing. Kekuatan asing dikhawatirkan akan mengadakan intervensi dengan dalih melindungi modal dan warganegara, sebab di Sumatera Timur dan Riau banyak terdapat kepentingan modal asing. Oleh sebab itu gerakan Angkatan Perang (APRI) pertama kali ditujukan ke Pekanbaru untuk mengamankan sumber-sumber minyak di situ. Pasukan APRI dapat menguasai Pekanbaru sejak tanggal 14 Maret 1958. Dari Pekanbaru operasi dikembangkan ke pusat pertahanan PRRI dan akhirnya pada tanggal 4 Mei 1958 Bukittinggi dapat direbut kembali. Setelah itu APRI membersihkan daerah bekas kekuasaan PRRI di mana banyak anggotanya yang melarikan diri ke hutan-hutan .

BAB III
PENUTUP

Analisis Dan Kesimpulan
Sejarah perjalanan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) di gambarkan sebagai persekutuan para politisi dan petualang militer yang menemui jalan buntu untuk menjatuhkan Bung karno. Pandangan ini tentunya akan di tolak oleh siapapun yang mengerti duduk perkaranya.tetapi, dalam kurun waktu 40 tahun peristiwa PRRI banyak meninggalkan kenangan yang mempunyai citra negatif. Dalam buku-buku sejarah anak sekolah, keterangan-keterangan tentang PRRI, yang biasanya sejalan dengan Permesta, menyodorkan fakta-fakta, yang menimbulkan ketakutan, yang maknanya pujian untuk pusat kekuasaan jakarta.
Dalam buku Kontrovesi Sejarah Di indonesia banyak para pelaku sejarah baik dari PRRI, ulama dan budayawan, yang mengatakan senada bahwa PRRI yang ada saat itu adalah akibat dari pemerintahan pusat yang mengabaikan daerah. Keikutsertaan Muhammad Natsir bukan untuk mendirikan negara sumatra melainkan memberikan pelajaran kepada pemerintahan bung Karno yang dinilai sudah melanggar UUD 1945. Selain itu juga PRRI merupakan hasil dari akumulasi, kekecewaan anggota-anggota Resimen 6 Divisi IV Banteng terhadap induk kesatuan, yang pada saat itu hanya divisi ini yang di melikuidir oleh Kasad Kolonel A.H. Nasution, dan hanya satu-satunya divisi ini yang di perlakukan demikian.
Jadi bisa dianalisis bahwa yang bergabung dengan PRRI adalah merupakan barisan sakit hati baik dari kalangan sipil maupun militer, selain itu juga perang ideologi untuk saling mempengaruhi sangat mencolok dimana di Padang banyak yang beridealiskan agamis, sedangkan dari pusat banyak ditumpangi oleh ideologi Komunis hal ini terbukti dengan diikut sertakanya OPR (Organisasi Pemuda Rakyat) yang merupakan sayap dari Komunis tersebut dalam melakukan penumpasan PRRI, dimana telah kita ketahui bahwa. Pemerintahan memanfaatkan Komunis untuk melakukan penumpasan karena memang keduanya sudah saling bermusuhan. Salah-satunya koreksi yang tidak disukai oleh PRRI terhadap pemerintahan pusat dibidang politik adalah Komunisme yang membonceng di belakang pemerintah hal itulah yang menyebabkan komunis untuk menyerang balik. Hal ini sudah tidak diherankan lagi jika kedua ideologi ini sangat bertentang, bila kita tarik latar belakang sejarah sejak tahun 1914 yang merupakan malapetaka bagi SI (Sarekat dagang) dengan masuknya ideologi komunis, yang kedepannya memecah belah SI menjadi dua bagian.
Sedangkan analisis dimiliter, akibat adanya perampingan di dalam tubuh militer banyak prajurit yang kecewa, wajar bila prajurit kecewa, karena para prajurit merasa mempunyai andil dalam membangun republik ini, perwakilan dari pihak Dewan Banteng yang mengirimkan perwiranya ke Jakarta untuk memprotes hasil keputusan Kasad. Klonel.A.H Nasution untuk mengubah keputusannya menghapuskan Divisi Banteng tidak digubrisnya. Hal ini membuat banyak kecewa pada para mantan Prajurit dari kesatuan Divisi Banteng.
Dampak dari ketidakpuasan dari pemerintahan pusat ini adalah dengan berkumpulnya para tokoh politis maupun militer yang menuangkan tuntutan terhadap pemerintahan pusat pada tanggal 19 Februari 1958, melalui Radio Republik Indonesia (RRI) Padang, atas nama “Dewan Perjuangan“ mengeluarkan pernyataan “Piagam Perjuangan“. Tetapi setelah tenggang waktu yang telah diberikan tidak ada jawaban dari pemerintahan pusat, maka pada tanggal 15 Februari 1958 Dewan Perjuangan mengumumkan mendirikan pemerintahan tandingan lengkap dengan kabinetnya dan mereka menamakan dengan sebutan “Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI)“


DAFTAR RUJUKAN
Pontoh, H. 2005. Menentang Mitos Tentara Rakyat. Yogyakarta: Resist Book.
Poesponegoro dan Notosusanto. 1993. Sejarah Nasional Indonesia VI. Jakarta: Balai Pustaka.
Ricklefs, M.C. 1981. Sejarah Indonesia Baru. Terjemahan. Prof. Dharmono Hardjowidjono.2005. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Syamdani. 2001. Kontrovesi Sejarah Di Indonesia. Jakarta:Grasindo.
Taher, Y.T. 2007. Fakta Sejarah PRRI. (www.kabarindonesia.com). Di akses Tanggal,10 Maret 2008. Pukul, 20:14:58 WIB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

monggo kirim komentar