Rabu, 27 Mei 2009

RAHASIA SI DUKUN CILIK ASAL JOMBANG

Oleh:
Agung Ari Widodo

Para dokter mulai mengeluarkan suaranya tentang kontroversi dukun cilik. Dukun yang masih duduk di kelas 3 SD diyakini masyarakat setempat mempunyai kekuatan gaib. Menurut pemberitaan dari Surya (2 Febuari 2009), kekuatan si dukun cilik berasal dari batu sebesar kepalan tangan manusia. Si dukun cilik yang mempunyai nama asli Muhammad Ponari, menemukan ”batu sakti” itu dengan tidak sengaja di tepi sungai (atau di suatu tempat). Ketika hujan deras, Ponari berkali-kali mendengar suara petir disertai dengan kilat yang menyambar. Batu yang ditemukan Ponari kemudian menyala berwarna merah. Melihat sesuatu yang aneh Ponari membawa batu itu pulang ke rumah.
Berita tentang kesaktian batu dengan cepat tersebar. Masyarakat percaya akan kasiat dari batu itu yaitu menyembuhkan berbagai macam penyakit. Tidak heran banyak orang-orang yang berobat ke dukun cilik tersebut. Orang yang berobat bahkan ada yang datang dari luar desa. Begitu ampuhkah batu tersebut? Polisi menutup klinik dukun cilik karena ada dua pasiennya yang meninggal. Penyebab meninggalnya pasien tersebut masih dalam proses penyelidikan. Penulis rasa kedua pasien tersebut meninggal karena penyakitnya sendiri. Ditambah lagi dengan rasa depresi sehingga menyebabkan kedua pasien tersebut berobat ke dukun cilik. Tapi sebelum obatnya diminum Tuhan sudah memanggil duluan, Allahualam.
Kembali ke dukun cilik. Benarkah sang dukun cilik itu sakti? Benarkah batu yang merupakan ”pusaka” sang dukun bisa menyembuhkan segala macam penyakit? Hanya dengan menyelupkan batu di dalam air mineral kemudian diminum oleh pasien, sembuhkah?
Jawabannya adalah ya kenapa tidak.. Kenapa bisa begitu? Kunci dari kesembuhan penyakit sebenarnya bukan pada kesaktian dari si dukun cilik dan bukan pula pada kasiat dari batu ”pusaka” melainkan pada iman (percaya), sugesti kalau menurut bahasa ilmiah. Percaya bahwa sesuatu itu ada dan terjadi pasti akan terjadi. Percaya atau iman merupakan energi positif yang bisa mewujukan keinginan. Kalau boleh jujur, sebenarnya segala obat yang bersifat kimia maupun alami adalah racun dan hanya meredam rasa sakit dalam waktu yang tidak lama. Kesembuhan hanya bisa disembuhkan oleh badan kita sendiri. Jika seseorang hanya memikirkan penyakitnya, bukan kesembuhan yang datang tapi penyakitnya tambah parah atau bahkan ajal menjemput. Seseorang yang selalu mempunyai pikiran positif dan keadaan psikologis yang sehat, penyakit yang dideritanya akan berangsur sembuh. Orang yang percaya pasti keinginannya akan terwujud, percaya bahwa penyakit ini akan sembuh, maka sembuhlah.
Itulah rahasia (the secret), kekuatan yang dimiliki oleh si dukun cilik dan batu ajaibnya. Apapun keinginan Anda, keinginan kita, tariklah keinginan tersebut dalam angan kita dan percayalah bahwa keinginan itu akan terwujud. Dalam buku The Secret karya Ronda Byrne teori itu disebut The Law Of Attraction (hukum tarik menarik). Apapun keinginan Anda, apapun yang Anda pikirkan, semuanya akan datang dan pasti datang dan tercapai.

PIAGAM PERJUANGAN SEBAGAI DASAR PEMBENTUKAN PEMERINTAH REVOLUSIONER REPUBLIK INDONESIA

BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Nasib malang yang menimpa Indonesia dalam era Demokrasi Liberal ditandai oleh pemerintahan yang tidak stabil antara tahun 1950-1957, ada tujuh kali jatuh bangun kabinet parlementer. Tidak terdapat satu pun pemerintah pasca revolusi yang dapat memenuhi harapan rakyat setelah kemenangan perjuangan nasionalis melawan kolonialisme Belanda.
Pada masa Kabinet Ali Sastroamijoyo II harus menghadapi kesukaran adanya perasaan tidak senang yang muncul di daerah-daerah seperti di Sumatera dan Sulawesi yang dikarenakan ketidakpuasan terhadap alokasi biaya pembangunan yang diterima dari pusat . Selain alasan tersebut mereka juga tidak lagi menaruh kepercayaan terhadap pemerintah. Karena mengubah pemerintah dengan jalan parlementer tidak bisa dilakukan, maka mereka menempuh jalan ekstra parlementer. Gerakan-gerakan daerah mendapat dukungan dari beberapa panglima dan terbentuklah dewan-dewan daerah yaitu Dewan Banteng di Sumatera Barat yang dibentuk oleh Letnan Kolonel Achmad Husein, Komandan Resimern Infanteri empat pada tanggal 20 Desember 1956. Dewan Gajah dibentuk oleh Kolonel Maludin Simbolon Panglima Tentara dan Territorium I (TT I) di Medan pada tanggal 22 Desember 1956, Dewan Garuda di Sumatera Selatan dan Dewan Manguni dibentuk oleh Letnan Kolonel Ventje Sumual di Manado pada tanggal 18 Februari 1957 .
Untuk meredakan pergolakan di daerah-daerah, dari tanggal 10 sampai 14 September 1957 telah dilangsungkan Musyawarah Nasional (Munas) yang dihadiri oleh tokoh-tokoh nasional baik di Pusat maupun di Daerah. Hadir pada pertemuan itu juga mantan Wakil Presiden Moh. Hatta. Di dalam musyawarah itu antara lain telah dibicarakan masalah-masalah pemerintahan, soal-soal daerah, ekonomi, keuangan, Angkatan Perang, kepartaian serta masalah yang menyangkut Dwitunggal Sukarno-Hatta .

2. Rumusan Masalah

Dari uraian di atas maka dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana proses pembentukan PRRI?
2. Bagaimana strategi Pemerintah dalam menghadapi PRRI?

3. Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah;
1. Untuk mengetahui proses pembentukan PRRI
2. Untuk mengetahui strategi Pemerintah dalam menghadapi PRRI.

BAB II
PEMBAHASAN

1. Pembentukan PRRI (Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia)

PRRI merupakan pemerintahan Revolusioner yang didirikan oleh sekelompok orang yang merasa “kecewa” dengan kebijakan pemerintah. Mereka melakukan pembangkangan dengan membentuk suatu pemerintahan sendiri . Mereka adalah para politisi pemerintah yang terdiri dari militer dan sipil, antara lain dari pihak militer, Kolonel Zulkifli Lubis, Kolonel Dahlan Djambek, Kawilarang. Dari pihak sipil antara M. Syarifuddin Prawiranegara, Mohammad Natsir, Mr. Burhanuddin Harahap, Mr. Asaat, Dr. Sumitrojoyohadikusumo serta dihormati dan didukung oleh pemerintah daerah.
Latar belakang pembentukan ini berawal dari pertemuan dari eks Dewan Banteng di Padang pada bulan November 1956 yang dihadiri oleh sekitar 600 orang. Pada pertemuan ini awalnya membahas tentang kesejahteraan mantan pejuang, terutama yang berasal dari Divisi Banteng, namun kemudian acara reuni ini pembahasannya berkembang lebih jauh, mereka mulai menyoroti masalah-masalah yang bersifat nasional. Ada semacam koreksi terhadap pemerintahan pusat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Diantaranya membahas masalah ekonomi, politik, pemerintahan, serta pembangunan.
Dalam bidang pemerintahan, problem yang muncul yaitu pada sentralisasi kekuasaan yang seluruhnya dipusatkan serta ditentukan di Jakarta. Sehingga terdapat banyak pejabat yang didatangkan langsung dari pusat ke daerah. Dalam bidang politik, masyarakat daerah melihat bahwa pemerintahan pusat telah mendapat pengaruh dari PKI yang terbukti dari masuknya PKI di Kabinet Djuanda. Sedangkan dalam bidang ekonomi yaitu pada pembangunan yang tidak merata. Pada saat itu pembangunan dikenal dengan pembangunan proyek-proyek mercusuar.
Pertemuan ini melahirkan suatu dewan yang dikenal dengan Dewan Banteng. Dewan ini menghasilkan maklumat yang dikenal dengan nama “Piagam Perjuangan“(Syamdani, 2001: 73-74). Piagam ini di keluarkan pada tanggal 10 februari 1958 dan berisi sejumlah tuntutan yang ditujukan kepada pemerintah agar bersedia kembali kepada kedudukan yang konstitusional. Isi tuntutan tersebut antara lain :
1. Tuntutan supaya Kabinet Juanda mengundurkan diri dan mengembalikan mandatnya kepada Presiden.
2. Agar pejabat Presiden Sartono membentuk kabinet baru.
3. Tuntutan agar kabinet baru diberi mandat sepenuhnya untuk bekerja sampai diselenggarakannya Pemilu.
4. Tuntutan agar Presiden Sukarno membatasi diri menurut konstitusi.
Apabila tuntutan semua di atas tidak dipenuhi dalam waktu 5x24 jam maka Dewan Perjuangan akan mengambil langkah kebijaksanaan sendiri.
Faktanya ultimatum dari Dewan Perjuangan tersebut ditolak secara tegas oleh Pemerintah. Tindakan pemerintah ini mengakibatkan Dewan Banteng mendeklarasikan:
1. Mendirikan “Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia“ (PRRI) pada 15 Februari 1958 dengan Syarifuddin Prawiranegara sebagai perdana menteri. Anggota kabinet terdiri dari tokoh-tokoh asal Sumatera dan Sulawesi termasuk para bekas menteri yang meninggalkan Jawa seperti Mohammad Natsir, Burhanuddin Harahap, Sumitro Joyohadikusumo.
2. Menolak Demokrasi Terpimpin buatan Sukarno dan Komunis.

2. Usaha Pemerintah Dalam Menghadapi PRRI

Pada tanggal 16 Februari 1958 Sukarno kembali mendesak diterapkannya perlakuan keras terhadap kaum “pemberontak“. Juanda, Nasution, serta kebanyakan pemimpin PNI dan PKI juga menghendaki “pemberontakan“ itu ditumpas. Hatta bersama-sama dengan para pemimpin Masyumi dan PSI di Jakarta mendesak suatu penyelesaian dengan perundingan sehingga menempatkan diri mereka pada posisi kompromis. Hamengkubuwono IX, yang secara tidak resmi merupakan sekutu PSI, juga lebih menyukai perundingan dan tidak bersedia menerima jabatan dalam kabinet ketika diubah susunannya pada bulan Juni 1958 karena adanya garis keras pemerintah terhadap PRRI .
Karena usaha melalui musyawarah tidak berhasil, maka untuk memulihkan keamanan negara, pemerintah dan KSAD memutuskan untuk melancarkan operasi militer. Operasi gabungan AD-AL-AU terhadap PRRI di Sumatera Tengah itu diberi nama Operasi 17 Agustus. Selain untuk menghancurkan kaum separatis, operasi ini juga bermaksud mencegah mereka meluaskan diri ke tempat-tempat lain dan mencegah turut campurnya kekuatan asing. Kekuatan asing dikhawatirkan akan mengadakan intervensi dengan dalih melindungi modal dan warganegara, sebab di Sumatera Timur dan Riau banyak terdapat kepentingan modal asing. Oleh sebab itu gerakan Angkatan Perang (APRI) pertama kali ditujukan ke Pekanbaru untuk mengamankan sumber-sumber minyak di situ. Pasukan APRI dapat menguasai Pekanbaru sejak tanggal 14 Maret 1958. Dari Pekanbaru operasi dikembangkan ke pusat pertahanan PRRI dan akhirnya pada tanggal 4 Mei 1958 Bukittinggi dapat direbut kembali. Setelah itu APRI membersihkan daerah bekas kekuasaan PRRI di mana banyak anggotanya yang melarikan diri ke hutan-hutan .

BAB III
PENUTUP

Analisis Dan Kesimpulan
Sejarah perjalanan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) di gambarkan sebagai persekutuan para politisi dan petualang militer yang menemui jalan buntu untuk menjatuhkan Bung karno. Pandangan ini tentunya akan di tolak oleh siapapun yang mengerti duduk perkaranya.tetapi, dalam kurun waktu 40 tahun peristiwa PRRI banyak meninggalkan kenangan yang mempunyai citra negatif. Dalam buku-buku sejarah anak sekolah, keterangan-keterangan tentang PRRI, yang biasanya sejalan dengan Permesta, menyodorkan fakta-fakta, yang menimbulkan ketakutan, yang maknanya pujian untuk pusat kekuasaan jakarta.
Dalam buku Kontrovesi Sejarah Di indonesia banyak para pelaku sejarah baik dari PRRI, ulama dan budayawan, yang mengatakan senada bahwa PRRI yang ada saat itu adalah akibat dari pemerintahan pusat yang mengabaikan daerah. Keikutsertaan Muhammad Natsir bukan untuk mendirikan negara sumatra melainkan memberikan pelajaran kepada pemerintahan bung Karno yang dinilai sudah melanggar UUD 1945. Selain itu juga PRRI merupakan hasil dari akumulasi, kekecewaan anggota-anggota Resimen 6 Divisi IV Banteng terhadap induk kesatuan, yang pada saat itu hanya divisi ini yang di melikuidir oleh Kasad Kolonel A.H. Nasution, dan hanya satu-satunya divisi ini yang di perlakukan demikian.
Jadi bisa dianalisis bahwa yang bergabung dengan PRRI adalah merupakan barisan sakit hati baik dari kalangan sipil maupun militer, selain itu juga perang ideologi untuk saling mempengaruhi sangat mencolok dimana di Padang banyak yang beridealiskan agamis, sedangkan dari pusat banyak ditumpangi oleh ideologi Komunis hal ini terbukti dengan diikut sertakanya OPR (Organisasi Pemuda Rakyat) yang merupakan sayap dari Komunis tersebut dalam melakukan penumpasan PRRI, dimana telah kita ketahui bahwa. Pemerintahan memanfaatkan Komunis untuk melakukan penumpasan karena memang keduanya sudah saling bermusuhan. Salah-satunya koreksi yang tidak disukai oleh PRRI terhadap pemerintahan pusat dibidang politik adalah Komunisme yang membonceng di belakang pemerintah hal itulah yang menyebabkan komunis untuk menyerang balik. Hal ini sudah tidak diherankan lagi jika kedua ideologi ini sangat bertentang, bila kita tarik latar belakang sejarah sejak tahun 1914 yang merupakan malapetaka bagi SI (Sarekat dagang) dengan masuknya ideologi komunis, yang kedepannya memecah belah SI menjadi dua bagian.
Sedangkan analisis dimiliter, akibat adanya perampingan di dalam tubuh militer banyak prajurit yang kecewa, wajar bila prajurit kecewa, karena para prajurit merasa mempunyai andil dalam membangun republik ini, perwakilan dari pihak Dewan Banteng yang mengirimkan perwiranya ke Jakarta untuk memprotes hasil keputusan Kasad. Klonel.A.H Nasution untuk mengubah keputusannya menghapuskan Divisi Banteng tidak digubrisnya. Hal ini membuat banyak kecewa pada para mantan Prajurit dari kesatuan Divisi Banteng.
Dampak dari ketidakpuasan dari pemerintahan pusat ini adalah dengan berkumpulnya para tokoh politis maupun militer yang menuangkan tuntutan terhadap pemerintahan pusat pada tanggal 19 Februari 1958, melalui Radio Republik Indonesia (RRI) Padang, atas nama “Dewan Perjuangan“ mengeluarkan pernyataan “Piagam Perjuangan“. Tetapi setelah tenggang waktu yang telah diberikan tidak ada jawaban dari pemerintahan pusat, maka pada tanggal 15 Februari 1958 Dewan Perjuangan mengumumkan mendirikan pemerintahan tandingan lengkap dengan kabinetnya dan mereka menamakan dengan sebutan “Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI)“


DAFTAR RUJUKAN
Pontoh, H. 2005. Menentang Mitos Tentara Rakyat. Yogyakarta: Resist Book.
Poesponegoro dan Notosusanto. 1993. Sejarah Nasional Indonesia VI. Jakarta: Balai Pustaka.
Ricklefs, M.C. 1981. Sejarah Indonesia Baru. Terjemahan. Prof. Dharmono Hardjowidjono.2005. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Syamdani. 2001. Kontrovesi Sejarah Di Indonesia. Jakarta:Grasindo.
Taher, Y.T. 2007. Fakta Sejarah PRRI. (www.kabarindonesia.com). Di akses Tanggal,10 Maret 2008. Pukul, 20:14:58 WIB

BENDA CAGAR BUDAYA

BENDA CAGAR BUDAYA
Haruskah kita lindungi…?

Oleh:
Agung Ari Widodo

Baru-baru ini di situs kota kuno Trowulan digemparkan dengan pembangunan PIM (Pusat Informasi Majapahit). Pembangunan proyek ini bisa mengakibatkan kerusakan pada situs-situs purbakala di sekitar Trowulan. Kontan saja para sejarawan dan arkeolog mengkritik pembangunan proyek besar ini.
Kalau boleh jujur, sebenarnya perusakan pada Benda Cagar Budaya (selanjutnya di singkat BCB) tidak hanya pada pembangunan PIM itu saja. Di mana-mana, di setiap daerah yang terdapat BCB atau situs sejarah rawan sekali mengalami perusakan. Ada saja yang diperbuat manusia-manusia jahil untuk merusak tatanan BCB, seperti misalnya, mencorat-coret dinding (batu) pada candi (seperti yang ada di Candi Badut), mengambil bagian dari bangunan BCB, menjual BCB atau malah merusaknya habis-habisan seperti kasus perusakan bekas penjara militer di kawasan Koblen, Surabaya (padahal bangunan itu dinyatakan Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata sebagai BCB).
Pemerintah sudah mengeluarkan Undang-undang Perlindungan Benda Cagar Budaya No. 5 Tahun 1992 (nanti dilihat lagi) sebagai upaya melindungi BCB. Dalam UU tersebut sudah terlampir ancaman dan denda bagi orang yang merusak BCB. Tidak tanggung-tanggung mereka yang merusak, mengambil, atau menjual akan dikenakan denda Rp. 500.000.000,- dan akan dihukum penjara selama 5 tahun. Agaknya peraturan hukum ini masih lemah jika melihat kenyataan (fenomena) yang ada. Papan pengumuman yang bertuliskan larangan merusak BCB yang dipasang di sekitar BCB hanya berfungsi sebagai hiasan pelengkap saja, bahkan sampai karatan hingga tidak bisa dibaca.
Orang-orang “jail” sering melakukan perusakan pada BCB terutama bangunan atau situs-situs dari masa prasejarah maupun dari masa klasik (Hindu-Budha). Peninggalan bercorak Islam (kerajaan Islam kuno) jarang mengalami perusakan, demikian juga dengan bangunan Hindis (bangunan Eropa). Pertanyaannya kenapa? Agaknya permasalahan ini harus dilihat pada perjalanan sejarah Indonesia dan masyarakat pendukung kebudayaan.
Indonesia mengalami perubahan sejarah dari masa ke masa. Berdasarkan penemuan-penemuan BCB yang terselamatkan, perjalanan sejarah Indonesia diawali dari masa Prasejarah. Kemudian dilanjutkan pada masa kerajaan klasik (Hindu-Budha), diteruskan pada masa kerajaan Islam, kemudian masa Hindia Belanda, dan terakhir masa Kemerdekaan. Tentu saja dari setiap periode ini terdapat tinggalan kebudayaan, dan masyarakat yang hidup di setiap periode tentu merupakan masyarakat pendukung kebudayaan. Masyarakat Prasejarah mendukung dan melindungi punden berundak, menhir, sarkofagus, alat-alat dari batu, tembikar, dan sebagainya. Mereka menganggap benda-benda tersebut memiliki kekuatan magis, hal ini tentu saja berkaitan dengan religi di setiap periode. Begitu juga dengan candi Hindu maupun Budha, dan masjid kuno pada masa Islam. Masyarakat pendukung ini menjadi hal penting dalam melindungi dan melestarikan peninggalan Budaya.
Bagaimana dengan masyarakat sekarang? Agaknya masyarakat sekarang sangat pragmatis dan tidak begitu memperdulikan BCB, terutama peninggalan masa Hindu-Budha. Masyarakat awam menganggap reruntuhan candi ataupun situs tidak memiliki nilai. Mereka menganggap itu hanya sebuah sisa batu saja, dan malah mengambil batu-batuan tersebut untuk tambahan pondasi rumah atau keperluan yang lain. Berbeda dengan situs masjid kuno dan bangunan-bangunan Hindis. Masyarakat masih mau merawat dan melestarikan karena masih bisa digunakan lagi yaitu untuk tempat ibadah dan tempat tinggal. Masyarakat tidak sepenuhnya mendukung pelestarian bangunan Hindu-Budha, hanya yang memiliki emosi keagamaan yang memanfaatkan situs-situs Hindu-Budha. Biasanya mereka melakukan ritual-ritual, misalnya nyepi, sendratari (Sendratari Ramayana di Prambanan), ataupun berdoa meminta rezeki.
BCB memiliki arti penting dalam Sejarah, Budaya, dan Ilmu Pengetahuan. Bangsa yang besar adalah bangsa yang tidak melupakan sejarahnya, kata Soekarno. Perlu introspeksi diri, apakah kita ini bangsa yang besar? Walaupun Cuma seonggok batu atauu reruntuhan bangunan, ini merupakan identitas bangsa Indonesia. Kemegahan bangunan-bangunan kuno tersebut merupakan suatu seni arsitektur yang luar biasa di masa lampau. Sangatlah bijak jika dalam menata kehidupan yang sekarang kita menengok di masa lalu. Di Jakarta tidak akan banjir jika tatanan kota yang rapi dari masa Hindia Belanda tidak di acuhkan. Di Mojokerto tidak akan kekeringan jika kanal-kanal kuno (ancient canal) di kota Trowulan tetap dipertahankan sebagai sarana irigasi.
Memang perawatan BCB tidak membutuhkan biaya yang sedikit. Pemerintah harus mengeluarkan jutaan uang hanya untuk membersihkan situs. Pemerintah pun bisa menggali devisa dari BCB. Pemerintah bisa membuka BCB sebagai kawasan wisata, baik wisata religi maupun wisata pendidikan. Para mahasiswa dari jurusan Pariwisata dan dari jurusan Sejarah bisa membantu memberikan informasi tentang BCB. Dengan cara ini diharapkan batu, arca, dan situs-situs yang lain bisa “bicara” dan “berkomunikasi” dengan masyarakat melalui informasi yang diberikan para mahasiswa ataupun orang yang ahli di bidang sejarah dan arkeologi. Pemerintah juga hendaknya bekerja sama dengan para ahli sejarah dan arkeologi untuk membangun tempat wisata BCB. Hal ini perlu sekali dilakukan agar pembangunan nantinya tidak merusak tatanan situs yang ada seperti kasus pembangunan PIM di Trowulan, Mojokerto
Jika kita tahu dan paham akan nilai dari BCB, akan banyak keuntungan yang kita peroleh. Masyarakat hanya perlu informasi dan pemahaman untuk melindungi BCB. Setelah tahu dan paham arti penting dari BCB, masih perlukah kita melindungi BCB?