Selasa, 03 Juni 2008

hari ketiga di Surabaya

Day 3rd

S

emalam begadang dengan Soleh membuat mataku berat terbuka di pagi hari. Jam 5.00 aku bangun, segera ambil air wudhu kemudian sholat Subuh. Pada saat zikir selesai sholat aku masih terngiang-ngiang pembicaraan dengan Soleh. Hatiku berdebar ketika teringat kata-kata Soleh tentang ajaran kebatinan yang mengatakan bahwa jika kita hening, maka kita dan Allah semakin dekat. Inilah yang disebut Manunggaling Kawula Gusti. Selain itu aku jadi mengerti dan paham kepribadian orang-orang jalanan (sopir dan kernet angkot) sehingga membuatku lebih hati-hati jika berhadapan dengan mereka.

Seperti biasa aku antri mandi lagi, tapi tidak seantri hari pertama dan kedua karena para wanita sudah mandi ketika masih pagi-pagi buta. Sambi menunggu waktu berangkat teman-teman mengemasi barang-barang. Hari ini rencananya kami akan pulang ke Malang. Hal yang aku tunggu sejak hari pertama di Surabaya. Pagi-pagi aku sudah membayangkan sejuknya kota Malang yang dikelilingi oleh pegunungan. Hal yang paradoks dengan keadaan di Surabaya.

Di hari ketiga ini rencananya kami mengadakan kunjungan di tiga tempat. Yang pertama kami akan pergi menuju ujung utara Surabaya yaitu di Tanjung Perak tepatnya di Pelabuhan Indonesia III, kemudian ke Surabaya Selatan tepatnya di daerah Rungkut yaitu ke perpustakaan Medayu Agung, dan kunjungan terakhir ke Museum Kapal Selam. Ketiga tempat ini akan menjadi kunjungan terakhir kami selama di Surabaya.

Barang-barang teman-teman diangkut dan dikemas dalam bagasi Mobil, sebagian di dalam. Selsai acara packingnya kami siap untuk berangkat. Sebelumnya kami berpamitan pada pemilik penginapan dan membayar sisa uang sewa yang jauh hari sebelumnya sudah diberi uang muka. Perjalanan dan petualangan terakhir di Surabaya dilanjutkan kembali. Pertama kami menjeput dua dosen kami terlebih dahulu.

Perjalanan menuju Tanjung Perak hari ini sangat berbeda dengan perjalanan kemarin. Kali ini walupun jalan di Surabaya ramai dan macet, perjalanan tidak setegang dua hari sebelumnya. Tapi tetap saja gaya menyetir mobil si sopir masih kasar. Jalur menuju ke Tanjung Perak diantara teman-teman ada yang tahu, jadi tidak muter-muter seperti kemarin.

Cukup jauh perjalanan dari Ketintang (alamat penginapan kami) ke Tanjung Perak. Aku jadi teringat ketika masih berada di Bangkalan, Madura. Jalur menuju ke Pelabuhan sama seperti jalur yang kami lewati. Jam 08.00 kami sampai di depan gedung utama Pelabuhan Indonesia III.

Pelabuhan Indonesia III ini merupakan perusahaan yang melayani berlabuhnya kapal baik asing maupun domestik. Selain itu juga melayani tambat dan bongkar muat barang (container)[1]. Sebenarnya Pelabuhan Indonesia III (nantinya disingkat Pelindo III) merupakan salah satu dari empat Perusahaan Pelabuhan Indonesia. Jadi di Indonesia menyediakan empat pelabuhan untuk melayani bongkar muat barang ekspor dan Impor. Nama-nama perusahaan itu adalah Pelabuhan Indonesia I, Pelabuhan Indonesia II, Pelabuhan Indonesia III, dan Pelabuhan Indonesia IV.

Setelah ijin, rombongan kami dipersilahkan masuk ke ruang perpustakaan. Ternyata setelah masuk ruangan perpustakaan, besarnya tidak begitu luas. Mungkin besarnya sama seperti ruang baca di Perpustakaan Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang. Seperti kunjungan ke instansi sebelumnya, kegiatan kami adalah berdiskusi dengan salah seorang manajer di Pelindo III, namanya Pak Iwan. Wah orangnya sangat rapi sekali. Dari gaya bicaranya terlihat kalau beliau sangat prefeksionis. Pembicaraan Pak Iwan ini berkutat tentang masalah politik di Indonesia. Bahkan masalah pendidikan dari tingkat SD sampai Perguruan Tinggi juga tidak luput dari jangkauan pembicaraannya. Malahan beliau mengusulkan pada kami, bahwa seorang mahasiswa apalagi mahasiswa Jurusan Sejarah, harus mampunyai buku harian untuk mencatat kejadian yang dialami. Selain itu juga harus bisa menguasai teknologi, terutama internet. Menrut beliau lagi kami harus mempunyai blog atau web sendiri untuk berinteraksi dengan orang di seluruh dunia. Aku sudah tidak asing lagi dengan dua hal di atas. Dari pertama aku menjadi mahasiswa baru, aku sudah mempunyai diary dan juga mempunyai blog sendiri[2].

Pak Iwan juga memberi informasi tentang Pelindo III. Menurut beliau Pelindo III ini dulunya hanya untuk menambatkan kapal untuk bongkar dan muat barang. Sekarang kegiatannya meningkat dengan adanya sistem kontainerisasi. Jadi kapal tidak hanya melakukan bongkar muat saja, tapi juga melakukan penimbangan dan penyimpanan[3]. Karena itulah di Pelindo III ada fasilitas untuk memudahkan kapal untuk berlabuh. Fasilitas itu antara lain; Fasilitas Pelabuhan, Fasilitas Terminal, Fasilitas Penumpukan, dan Fasilitas Jasa Kepanduan[4].

Kegiatan diskusi masih berlanjut pada kepelabuhan. Ada yang menarik perhatianku dalam kegiatan ini, yaitu konsumsi yang dihidangkan. Salah seorang pegawai membagikan kotak bertuliskan donuts kepada kami. Dari katanya (donuts) aku sudah mengira, pasti ini dari Dunkin Donut’s. Tapi ketika kotak aku buka, ternyata isinya roti isi. Wah, tertipu aku, tapi tidak apa-apa rotinya juga enak. Diskusi selesai ditandai dengan penyerahan souvenir berupa buku-buku dan majalah tentang Pelindo III kepda kami. Kemudian dilanjutkan dengan melihat kegiatan di pelabuhan, diantar oleh Pak Iwan.

Kami menuju ke TPS (aku lupa singkatannya). Di gedung ini terdapat menara yang bisa melihat hampir seluruh Pelindo III. Letaknya di lantai 8, kami kesana naik lift. Dan benar saja, aku merasa seperti di mercusuar. Kami tiba di suatu ruangan operator yang sayang sekali sekarang sudah tidak dipakai lagi. Aku melihat kotak-kotak yang sebenarnya berukuran besar tapi dari ruangan ini kelihatan kecil. Terlihat beberapa kontainer ditimbang dan ditumpuk-tumpuk. Mobil dan truk yang berlalu-lalang seperti mainan mobil-mobilan remote control. Begitu juga dengan kapal-kapal besar yang sedang berlabuh, semuanya terlihat dengan jelas.

Hari semakin siang dan semakin panas, waktunya kembali melanjutkan perjalanan. Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada Pak Iwan dan pegawai Pelindo yang lain yang telah membantu kami.

***

Daerah pelabuhan yang panas. Ketika mobil kami masih berjalan di wilayah pelabuhan, aku melihat tiga buah drum berukuran raksasa bertuliskan Pertamina. Di depan drum-drum ini berjajar truk-truk tangki. Ternyata salah satu penyebab lamanya pasokan BBM ke daerah-daerah adalah antrian truk-truk yang menunggu tangkinya di isi oleh drum besar itu.

Keadaan di dalam mobil semakin sumpek saja. Barang-barang kami yang tidak muat dimasukkan dalam bagasi mobil diletakkan di dalam mobil bersama dengan penumpang. Otomatis di dalam mobil penuh dan sesak oleh manusia yang menamakan dirinya mahasiswa dan barang bawaannya. Aku berdoa saja semoga kami kuat dalam keadaan ini dan selamat sampai di Malang.

Tujuan kami berikutnya adalah Perpustakaan Medayu Agung yang berlokasi di daerah Rungkut, Surabaya Selatan, berbatasan dengan Kabupaten Sidoarjo. Mula-mula perjalanan lancar. Tapi sampai di Jl. A. Yani, mobil kami muter-muter lagi. Mencari lokasi Perpustakaan Medayu Agung yang terletak di Perumahan Kosagra Jl. Medayu Selatan IV/ 42-44. Kunjungan ke Perpustakaan Medayu Agung ini adalah usul dari Riris. Katanya koleksi buku, majalah, maupun koran baik baru maupun lama ada semua di Perpustakaan Medayu Agung.

Ketegangan yang tadi sementara waktu hilang kini datang kembali. Dalam hawa Surabaya yang panas sopir dan kedua kernetnya mencari alamat Perpustakaan Medayu Agung. Ketika bertanya orang, ternyata orang-orang tidak tahu daerah Medayu, dan ternyata juga Medaya merupakan singkatan dari Medoan Ayu. Riris yang mengusulkan kepada kami untuk mengunjungi Perpustakaan Medayu Agung, juga tidak tahu rute jalannya. Alasan pembelaannya adalah karena Riris hanya sekali ke perpustakaan itu dan dia dibonceng oleh saudara sepupunya. Riris pun jadi “sensi” dan kelihatan emosi, ini terlihat dari wajahnya yang memerah.

Tanya Satpam, katanya masih terus. Tanya orang terus putar belik lagi, sampai-sampai mobil kami didatangi seorang Polisi karena melanggar tanda lalu-lintas yang dilarang putar balik, tapi untung saja Polisi tadi hanya memperingatkan. Akhirnya kami lega setelah ada seorang Satpam yang bersedia mengantar kami dengan menggunakan sepeda motor sampai ke Perumahan Kosagra, tempat dimana Perpustakaan Medayu Agung berada. Kami mengucapkan banyak-banyak terima kasih kepada Pak Satpam yang tadi mengantar kami. Sampailah kami di Perpustakaan Medayu Agung.

Jam 11.35 kami tiba di Perpustakaan Medayu Agung. Tidak seperti bayanganku, ternyata Perpustakaan Medayu Agung tidak sebesar Badan Perpustakaan Propinsi Jawa Timur atau Perpustakaan Pusat Universitas Negeri Malang. Perpustakaan ini terdapat di sebuah rumah yang di dalamnya di atur dan di renovasi seperti perpustkaan. Kami disambut oleh Pak Oei Hiem Hwie, seorang Tionghoa pemilik Perpustakaan Medayu Agung. Kami dipersilahkan masuk. Kedua dosen kami duduk di kursi dan berbincang dengan Pak Oei. Sedangkan kami para mahasiswa duduk di bawah dengan alas tikar saja.

Menurut Pak Oei, kumpulan buku, majalah, dan koran yang ada di Perpustakaan Medayu Agung adalah koleksi pribadinya. Jadi sudah jelas kalau Pak Oei ini seorang kutu buku tulen. Beliau menceritakan pengalaman dan kisah hidup dengan semangat. Pak Oei dulu pernah menjadi wartawan lepas. Banyak rekan-rekan Pak Oei memberikan buku, koran, majalah kepadanya. Bahkan Sejarawan dari Amerika, Benedict Anderson juga ikut menyumbang buku kepada Pak Oei. Bukan itu saja “kehebatannya”, masterpeace karya dari Alm. Pramudya Ananta Tur juga ada di perpustakaan ini.

Pak Oei juga melakukan penyelamatan beberapa buku, koran, dan majalah yang dilarang beredar pada tahun 1965 dan masa Orde Baru. Meskipun dengan berkorban harta dan hampit nyawa, Pak Oei tetap berjuang agar buku-bukunya tidak dimusnahkan.

Luar biasa Pak Oei ini. Tapi ada satu hal yang aku tidak setuju dengan Pak Oei. Yaitu ketika ada utusan dari Australia yang menginginkan buku-buku tentang Sejarah Indonesia yang asli. Pak Oei jelas eman, beliau mengusulkan agar foto copiannya saja. utusan itu tetap ngeyel[5] minta yang asli. Akhirnya diberikanlah buku yang asli kepada utusan dari Australia itu dengan uang ganti yang tidak sedikit tentunya. Aku tidak setuju karena jika ada utusan atau orang dari negara lain menginginkan buku sejarah tentang keadaan Indonesia yang asli, pasti ada maksud apa-apa. Aku malah trauma ketika Belanda yang menjajah Indonesia dengan menggunakan sejarah dan budaya sebagai salah satu senjata ampuh. Aku takut jika Australia melakukan tindakan yang demikian. Baunya sudah tercium ketika ada gerakan PRRI/Permesta, kasus Timor Timur. Tapi semoga ini hanya negative thingkingku saja dan tidak terjadi.

Setiap ruangan di rumah Pak Oei ini digunakan untuk menyimpan buku-buku. Jadi ruangan-ruangan tersebut dibagi secara tematis sesuai dengan koleksi buku. Ada ruangan khusus koleksi buku dari jaman Hindia Belanda, kemudia ada ruang khusus buku tentang Sukarno. Di lantai dua terdapat koleksi koran dan majalah. Wah pokoknya banyak deh. Karena itu, usaha Pak Oei dalam membuat perpustakan ini menghasilkan berbagai award. Aku hitung, mungkin ada tiga penghargaan, yang salah satunya dari Presiden RI.

Setelah puas melihat koleksi pribadi dari Pak Oei, kami pamit dan mengucapkan banyak terima kasih. Segera kami pamit. Sebelum melakukan kunjungan terakhir yaitu ke Monumen Kapal Selam, kami istirahat di masjid dekat rumah Pak Oei, sekalian makan siang.

Ketika aku berjalan menuju masjid, aku sempat geli melihat ketiga orang jalanan senang difoto oleh Ubed. Apalagi ketika difoto memakai jas almamater kami. Suenengnya bukan kepalang. Itulah mereka……

***

Selesai Ishoma (istirahat, sholat, dan makan) perjalanan dilanjutkan kembali. Tujuan kami berikutnya adalah tujuan terakhir kami selama tiga hari di Surabaya, sekaligus sebagai penutup petualangan kami selama tiga hari di Surabaya. Tujuan berikutnya adalah Monumen Kapal Selam. Dari Rungkut, kami kembali lagi ke kota, karena lokasi Monumen Kapal Selam berada di tengah kota Surabaya.

Perjalanan menuju Monumen Kapal Selam lancar-lancar saja, tidak ada kendala. Hanya mungkin masih tanya-tanya orang, tapi itupun sedikit dilakukan.

Akhirnya kami tiba di Monumen Kapal Selam pada jam 14.20. Mobil diparkir setelah membayar parkir dan diberi karcis parkir, kami langsung menuju ke lokasi. Shinta memesan tiket untuk kami semua sebelum masuk. Sebenarnya rencana kami ke Monumen Kapal Selam ini hari Rabu (7 Mei 2008) kemarin. Karena ada perubahan jadwal acara karena berbagai hal, kunjungan diadakan pada hari Kamis. Eman lho, padahal kemarin pihak manajemen Monumen Kapal Selam sudah siap menyambut kami dan tentunya sudah ada konsumsi. Tapi tidak apa-apalah.

Aku melihat sebuah benda besar menyerupai ikan paus tapi berkulit besi, terlentang panjang. Baru aku melihat kapal selam sebagai monumen. Kapal selam ini bernomor 401 dan mempunyai nama “Pasopati”. Ketika masuk kedalam, sudah terpasang AC di dalam tubuh ikan paus besi ini. Kami menelusuri lorong-lorong kapal. Setiap sekat dibatasi tembok besi dan ada lubang sebagai penghubung antara sekat satu dengan sekat yang lain. Ada juga sekat untuk tidur awak kapal. Tidak bisa kubayangkan, apa enak tidur di dalam kapal selam yang berisik karena mesin, apalagi jarak antara kasur dan tabung mesin hanya sekitar 30-50 cm. Kami terus menelusuri lorong kapal hingga menuju pintu keluar.

Turun dari kapal aku, Hunter, Khairuddin, Mia, Faiz, Lukluk, dan Luluk (Ibu Negara) membeli es degan dulu di depan kepala si ikan paus besi. Hawa panas Surabaya ini kita hilangkan sementara dengan meneguk segelas es degan. Setelah minum es degan kita menyusul teman-teman yang lain untuk melihat film diorama tentang asal usul ikan paus besi ini.

Di belakang ekor ikan paus besi ini ada sebuah ruangan bioskop mini yang memang khusus dibuat untuk melihat film diorama asal-usul Monumen Kapal Selam. Berdasarkan film yang kami lihat, kapal selam Pasopati ini dibeli dari Rusia. Indonesia mempunyai tiga kapal selam, sekarang tinggal dua karena yang satu harus pensiun dan menjadi monumen. Kapal selam Pasopati ini dulu pernah digunakan dalam merusak pertahanan tentara Belanda di Irian Barat. Pada waktu itu adalah peristiwa merebut Irian Barat dari Belanda.

Film berdurasi 30 menit itu juga mempertontonkan kehebatan kapal selam milik Indonesia (termasuk Pasopati) dan kehebatan tempur kapal perang milik TNI AL. aku berharap semoga saja kehebatan TNI AL kita terus berlanjut, karena sering wilayah perairan kita di lalui oleh kapal-kapal asing tanpa ijin. Bahkan ada ancaman dari pasukan Diraja Malaysia. Mau tidak mau TNI AL sebagai penjaga perairan Nusantara harus siap menghadapi pengganggu yang mengancam perairan Indonesia.

Selesai melihat film kami melanjutkan perjalanan kami menuju ke tempat asal, Malang oke punya. Akhirnya petualangan kami selama tiga hari di Surabaya berakhir. Petualangan yang menegangkan ini sangat eman (sayang sekali) jika tidak diabadikan. Karena itu dalam hati aku bertekad untuk membuat tulisan tentang petualangan dan pengalaman kami selama di Surabaya.

Ada suatu peristiwa sebelum mobil meninggalkan area Monumen Kapal Selam. Karcis parkir mobil yang di bawa Shinta hilang. Waduh cilaka ini. Aku melihat wajah Taufik si sopir langsung merah. “Wah payah-payah!!!”, katanya. Seluruh penumpang bingung. Pada akhirnya karcis yang hilang tadi diganti dengan membayar uang sejumlah Rp. 50.000 oleh sopir. Sempat tegang aku tadi, kok bisa hilang karcisnya?

***

Sebelum mobil bekerja lagi untuk mengantar kami pulang, kami sepakat untuk melihat luberan Lumpur Lapindo di Porong. Aku sebenarnya tidak sepakat, karena aku sudah ingin pulang, tapi karena kalah suara aku menurut saja. Setelah penumpang masuk semua kami berangkat menuju Malang yang nanti mampir sebentar di Porong.

Melihat lumpur di Porong menjadi rekreasi bagi kami. Selama di Surabaya kami tidak melakukan rekreasi. Memang KKL kami berbeda dengan KKL teman-teman dari Program Studi Pendidikan Sejarah. Teman-teman Prodi Pendidikan Sejarah pergi ke Pulau Dewata Bali untuk melakukan KKL Terintegrasi. Sudah jelas mereka banyak melakukan rekreasi. Sedangkan kami, mahasiswa Prodi Ilmu Sejarah mengalami petualangan yang luar biasa selama tiga hari di Surabaya. Hampir selama tiga hari itu kami tidak melakukan rekreasi. Karena itulah Lumpur Lapindo menjadi pemuas rekreasi bagi kami.

Jam 16.35 kami sampai di tanggul penahan lumpur. Aku heran kenapa orang-orang banyak melihat lumpur? Padahal baunya luar biasa membuat hidung sakit. Ternyata banyak juga orang-orang yang melihat lumpur, bahkan ada juga yang rombongan.

Ada kejadian lucu di sana. Ada satu rombongan yang ingin melihat lumpur. Salah satu rombongan itu menerobos jembatan tanpa membayar pada orang-orang yang menjaga jembatan itu. Dulu memang katanya kalau melihat lumpur gratis, sekarang membayar. Kalau rombongan kami tadi sudah membayar. Kontan saja terjadi dorong-dorongan dengan emosi antara salah seorang pengunjung dengan salah seorang penjaga jembatan.

Sangat mengerikan. Aku melihat endapan lumpur yang menenggelamkan rumah penduduk. Aku hanya melihat rangka bata dan atap dari beberapa rumah yang terendam. Ketika aku melempar batu ke arah lumpur, keadaan lumpur masih gembur dan basah. Asap masih keluar dari pusat sumber keluarnya lumpur. Sudah dua tahun penanganan pada lumpur ini, hasilnya masih tetap saja. Kenapa semburan lumpur ini tidak bisa dihentikan?? Tanggul terus diperkuat, truk-truk -bermuatan tanah terus didatangkan. Lama-kelamaan tanggul ini akan menjadi sebuah gunung dengan semburan lumpurnya menjadi kawahmya.

Aku lega ketika mobil mulai meninggalkan tanggul lumpur di Porong. Kemacetan juga tidak terlalu padat. Kami berangkat lagi pulang ke Malang. Pulang meninggalkan berton-ton tanah yang membendung melubernya lumpur.

Mobil terus berjalan mendekati wilayah yang hawanya terasa dingin. Terlihat pegunungan yang melingkar. Terlihat juga Gunung Anjasmoro yang menjulang tinggi. Dengan perasaan lega kami berkata, “Malang, I’m back!!!”. Raut wajah kami kembali menunjukkan keceriaan seperti tentara yang pulang membawa kemenangan. Ketika sampai di Lawang Shinta minta turun di situ, karena memang rumahnya di Lawang. Waktu turun Shinta dan Hunter membayar ganti rugi uang Rp. 50.000 kepada sopir karena telah menghilangkan karcis, tapi dengan syarat teman-teman harus diantarakan sampai ke kosnya masing-masing. Si sopir setuju.

Kami semua di antar oleh sopir sampai di depan kos masing-masing, atau minimal di depan gang. Satu persatu teman-teman diturunkan di depan rumah kos masing-masing. Aku juga turun di depan Sumbersari gang V karena sepeda motorku aku titipkan di kosnya Luluk sang Ibu Negara. Setelah mengambil sepeda motor aku langsung pulang ke kos di MT Haryono II no. 520.

Jam 20.00 aku sampai di kamarku istanaku. Lelah sekali setelah mengalami tiga hari berpetualang di Surabaya. Pengalaman seru ini akan aku ingat.

***

Lampiran Ekspresi Foto (all photo by: Agung’s Collection)

Foto di ambil pada 8 Mei 2008.

Ø Pelabuhan Indonesia III








Gb. 28. Serius amat Din!!



Gb. 29. Pak Iwan memberikan buku kepada Pak Mashuri. Di belakang Pak Joko mengambil foto mereka berdua (dari belakang).




Gb. 30. Peti Kemas dilihat dari menara pengawas di gedung TPS.




Ø Perpustakaan Medayu Agung












Gb. 31. Pak Oei bercerita denga penuh semangat.


Gb. 32. Ruang koleksi langka, berisi buku-buku jaman Pemerintahan Hindia Belanda.


Gb. 33. Ruang Koleksi Khusus, berisi buku tentang Sukarno.





Gb. 34. Koleksi foto Surabaya tempo dulu.





Gb. 35. Koleksi foto Sukarno.



Ø Monumen Kapal Selam






Gb. 36. Kapal Selam Pasopati (gambar ini diambil dari www.google.com diapdate pada 17 Mei 2008)



Gb. 37. Salah satu sekat di dalam Kapal Selam Pasopati.




Referensi Pendukung

Hadi, H. Asmara dkk. 2005. Jejak Strategis Pelabuhan III, Menggapai Kelas Dunia. Surabaya: PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia III.

Koentjaraningrat. 1993. Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: Gramedia.R.P.

Mulder, Niels. 2007. Mistisisme Jawa Ideologi Di Indonesia. Yogyakarta: Lkis.

Soekmono. 1988. Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia Jilid 3. Yogyakarta: Kanisius.

Subekti, Bambang dkk. 2003. Tanjung Perak. Surabaya: PT (Persero) Pelabuhan Indonesia III.

Suwarno, Wiji. 2007. Dasar-Dasar Ilmu Perpustakaan; Sebuah Pendekatan Praktis. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Suyono, RP. 1984. Sejarah Nasional Indonesia Jilid I, masa Prasejarah Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

William, Frederick H. 1989. Pandangan Dan Gejolak Masyarakat Kota Dan Lahirnya Revolusi Indonesia (Surabaya 1926-1946). Jakarta: Gramedia.

Wursanto. 1995. Kearsipan I. Yogyakarta: Kanisius.

Tjandrasasmita. 1993. Sejarah Nasional Indonesia Jilid III, Masa Islam. Jakarta: Balai Pustaka.

Zaviera, Ferdinand. 2007. Teori Kepribadian Sigmund Freud. Yogyakarta: Prismasophie.

Badan Pengelolaan Teknologi Komunikasi dan Informasi Online, diupdate pada 17 Mei 2008.


TENTANG PENULIS

Agung Ari Widodo, lahir di Sidoarjo pada 31 Maret 1987. Pernah mengalami tiga kali pindah rumah dan lingkungan, pertama di Sidoarjo, Bangkalan (Madura), dan sekarang domisili di Kertosono (Nganjuk). SD di SDN Kebaron 1 Tulangan, SDN Paseseh 1 Tanjung Bumi, dan SDN Pejagan 2 Bangkalan. SMP di SMPN 1 Bangkalan Madura dan SMPN 1 Kertosono. SMA di SMAN 1 Kertosono.

Sekarang masih berjuang untuk menyelesaikan studi S1 di Universitas Negeri Malang Fakultas Sastra Jurusan Sejarah Program Studi Ilmu Sejarah. Disamping kuliah kegiatan yang lain adalah bisnis jualan pulsa elektrik dan menulis (belum menghasilkan karya tulis yang diterbitkan). Hobby yang terbaru adalah membaca novel bertema kehidupan terutama Tetralogi Laskar Pelangi dan mencoba menulis. Hobby yang lain berkelana untuk mencari refreshing.



[1] Lihat dalam Bambang Subekti, dkk, Tanjung Perak, (Surabaya: PT (Persero) Pelabuhan Indonesia III, 2003).

[2] Silahkan jika ingin membuka blog-ku. Alamatnya di www.sikilbosok.blogger.com. Maaf kalau nama blog agak sedikit menjengkelkan.

[3] Untuk menambah kelengkapan informasi tentang Pelindo III dapat dibaca di H. Asmara Hadi, dkk, Jejak Strategis Pelabuhan III, Menggapai Kelas Dunia, (Surabaya: PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia III, 2005).

[4] Bambang Subekti, dkk, Op cit, hal 16-27.

[5] Keras kepala

1 komentar:

  1. JIKA ANDA BUTUH ANGKA RITUAL 2D 3D 4D DI JAMIN 100% JEBOL BILAH BERMINAT HUB KI ANGEN JALLO DI NMR (_0_8_5_2_8_3_7_9_0_4_4_4_) JIKA INGIN MENGUBAH NASIB THA,SK ROO,MX SOBAT

    : JIKA ANDA BUTUH ANGKA RITUAL 2D 3D 4D DI JAMIN 100% JEBOL BILAH BERMINAT HUB KI ANGEN JALLO DI NMR (_0_8_5_2_8_3_7_9_0_4_4_4_) JIKA INGIN MENGUBAH NASIB THA,SK ROO,MX SOBAT


    JIKA ANDA BUTUH ANGKA RITUAL 2D 3D 4D DI JAMIN 100% JEBOL BILAH BERMINAT HUB KI ANGEN JALLO DI NMR (_0_8_5_2_8_3_7_9_0_4_4_4_) JIKA INGIN MENGUBAH NASIB THA,SK ROO,MX SOBAT

    : JIKA ANDA BUTUH ANGKA RITUAL 2D 3D 4D DI JAMIN 100% JEBOL BILAH BERMINAT HUB KI ANGEN JALLO DI NMR (_0_8_5_2_8_3_7_9_0_4_4_4_) JIKA INGIN MENGUBAH NASIB THA,SK ROO,MX SOBAT

    BalasHapus

monggo kirim komentar