Kamis, 05 Februari 2009

Pelabuhan Brondong, Lamongan

NELAYAN

  1. Organisasi

Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu pemilik perahu-Pak Katelan-, diperoleh informasi tentang struktur organisasi nelayan di Pelabuhan Brondong, Lamongan. Struktur organisasi tersebut bisa di buat bagan sebagai berikut;

Dalam setiap perahu/ kapal mempunyai struktur organisasi sendiri, walaupun hanya juragan kapal dan awak kapal saja. Tetapi hubungan antara juragan kapal yang satu dengan yang lain bisa dibilang erat, mereka menganggap saudara karena sesama nelayan (mata pencaharian yang sama). Kekompakan para nelayan terjadi ketika mereka berkumpul membahas persoalan tentang pekerjaan (melaut). Hal yang sering dibahas dalam perkumpulan para juragan itu adalah tentang harga ikan atau hasil tangkapan yang lain. Karena itulah kumpulan para juragan ini menempati urutan teratas dalam struktur organisasi nelayan di Pelabuhan Brondong.

  1. Ekonomi

Kehidupan ekonomi para nelayan tersebut sangat sejahtera dan terjamin, jika melihat dari penghasilan yang diperoleh. Penghasilan yang diperoleh dalam sekali melaut adalah sebesar Rp.200.000-Rp.800.000/orang setelah dibagi dengan modal awal. Dalam kehidupan ekonomi, biasanya para nelayan ikut arisan. Dalam urusan yang lain biasanya istri para nelayan membelanjakan uang untuk sesuatu yang kadang tidak berguna,contohnya barang-barang elektronik,makanan dan cenderung berfoya-foya. Kehidupan mereka biasanya bersaing dengan tetangganya, apabila tetangganya mempunyai barang yang mewah maka yang lainnya membeli barang yang lebih. Biasanya istri para nelayan itu memakai perhiasan yang berlebihan,contohnya kalung,gelang atau cincin yang besar jika diukur dengan timbangan sekitar 5-7gram.

  1. Sosial-budaya

Nelayan-nelayan yang ada di Pelabuhan Brondong, Lamongan ini berasal dari berbagai daerah. Pada musim panen ikan (musim panen iwak) para nelayan berbondong-bondong pergi melaut untuk mencari penghasilan yang besar. dalam menangkap ikan, para nelayan ini bisa menghabiskan waktu sampai seminggu. Menurut Masyuri kegiatan ini di Jawa disebut mboro atau orang Madura menyebutnya dengan istilah ngandon, yakni kebiasaan bermigrasi musiman untuk melakukan penangkapan ikan ke tempat-tempat lain yang jauh dari tempat tinggalnya[1].

Budaya Mboro ini menyebabkan interaksi di antara nelayan, dan adaptasi teknologi dalam konteks ini bukan hal yang mustahil. Seperti yang dimiliki oleh Pak Lan yaitu sebuah kotak yang berupa elemen yang bisa menampung tenaga matahari yang digunakan untuk menyalakan VCD Player beserta sound system-nya. Tidak hanya itu, bahkan ada beberapa nelayan yang memiliki kapal yang berukuran lebih besar dari kapal Pak Lan mempunyai satelit atau alat detektor ikan.

  1. Modal

Untuk membuat sebuah perahu/ kapal ternyata membutuhkan biaya yang cukup besar, bahkan biaya yang dibutuhkan untuk membuat perahu/ kapal bisa mendapatkan satu buah Honda Jazz. Menurut penuturan Pak Lan (panggilan Pak Katelan) biaya untuk pembuatan kapalnya sendiri sebesar 132 juta, itu pun perahu/ kapal dalam kondisi kosongan. Untuk mendapatkan perlengkapan di dalam kapal seperti mesin, jaring, dan beberapa peralatan yang lain setidak-tidaknya membutuhkan biaya 250 juta.

Modal awal yang dibutuhkan didapatkan dari perorangan dalam hal ini didapatkan dari Pak Katelan selaku pemilik kapal. Tetapi dalam pembagian hasilnya,dibagikan sesuai dengan jumlah awak kapal,setelah dipotong dengan modal awal. Seperti yang dicontohkan saudara Hendri sebagai berikut

« Pendapatan rata-rata tiap kapal sekali berlayar sekitar 50-73 juta selama 10-13 hari.

« Hasil tangkapan senilai 50-73 diatas dibagikan ke masing-masing awak sejumlah 12-13 awak kapal.

« Masing-masing awak mendapatkan antara 1 sampai 1,5 juta sekali berlayar.

Perhitungan pendapatan :

Bagian mesin = 2 awak

Bagian kapal = 4 awak

Bagian jaring = 1/5 awak.

Sebagai contoh seumpama pendapatan kapal selama 10 hari adalah Rp. 73.000.000,00 dengan awak kaal sejumlah 13

Perhitunganya : 73.000.000 / 13 = 5.615.385

Maka bagian :

Mesin 2 X 5.615.385 = 11.230.769

Kapal 4 X 5.615.385 = 22.461.538

Jaring 0,5 X 5.615.385 = 2.807.692

Juragan 3 X 5.615.385 = 16.846.155

Total 53.346.154

Pendapatan per-awak :

73.000.000 - 53.346.154 = 19.653.846

19.653.846 / 13 = 1.511.834,308


KAPAL/ PERAHU

  1. Jenis kapal/perahu

Jenis kapal yang ada di pantai utara Jawa beragam. Selain itu juga memiliki ukuran yang berbeda-beda. Berdasarkan ukurannya ada dua jenis kapal. Yang pertama adalah tipe jukung, yaitu tipe perahu yang berukuran kecil, yang dibuat dari sebuah batang pohon yang dibentuk menjadi perahu, dengan kadang-kadang mempertinggi sampingnya dengan tambahan papan. Kedua adalah tipe mayang, yakni tipe perahu yang berukuran besar, yang dibangun seluruhnya dari papan, baik dengan haluan yang membesar, haluan dan yang melengkung ataupun tidak[2].

Kapal-kapal yang ada di Pelabuhan Brondong mayoritas berukuran besar-besar. Kapal yang kami teliti adalah kapal jaya Bakti, yang lumayan besar. Jika dilihat dari ciri-dirinya Kapal yang bernama Jaya Bakti ini termasuk tipe mayang. Kapal jaya bakti ini dulunya adalah perahu yang menggunakan layar yang sering disebut dengan perahu layar. Sering dengan perkembangan jaman perahu layar ini diberi mesin untuk menjalankan kapal. Perahu ini digunakan sebagai penangkapan ikan. Sehingga disebut kapal jenis untuk penangkapan ikan.

  1. Kepemilikan

Kapal-kapal yang ada di tempat pelelangan ikan (TPI) Brondong ini mayoritas adalah kapal swasta (milik sendiri). Dimana kapal tersebut dibeli oleh seseorang dengan modal sendiri atau keluarga dan orang tersebut memperkerjakan beberapa nelayan di kapal tersebut (menjadi awak kapal) untuk penangkapan ikan.

Kapal yang kami teliti bernama Jaya Bakti. Kapal Jaya Bakti adalah kapal swasta yang pemiliknya bernama Pak Katelan yang berasal dari daerah Palang, Tuban. Selain pemilik kapal, Pak Lan (panggilan Pak Katelan) juga seorang nelayan, jadi Pak Lan juga juga ikut dalam berlayar untuk menangkap ikan langsung dengan pekerjanya (awak kapalnya).

Pak Lan mempunyai 13 awak kapal. Para awak kapal ini berasal dari berbagai daerah, ada yang asli Brondong, Pemalang, Tuban.

  1. Spesifik Kapal

Kapal Jaya bakti ini mempunyai ukuran panjang 12m, lebar 5m, Tinggi 2m. Dalam berlayar untuk penangkapan ikan dan peralatan-peralatan penangkapan ikan. Kapal Jaya Bakti ini membutuhkan biaya operasional ± 6 juta satu kali berlayar dengan rincian penggunaan sebagai berikut:

    • Pembelian gas 4 drum
    • Beras 60 kg selama berlayar
    • Es 120 bal untuk penyegaran atau pengawetan ikan
    • Biaya perbaikan kerusakan kapal dan peralatan penangkapan pelayaran.

Biaya-biaya tersebut yang ± 6 juta diambil dari uang hasil melaut atau penjualan hasil tangkapan. Daya angkut kapal Jaya Bakti tersebut ± 8 ton, yaitu berat perkakas kapal dan peralatan berlayar 3 ton, 13 orang x 50 kg, ikan atau hasil penangkapan 3 ton.

Kapal ini mempunyai tiga bagian:

  1. Bagian depan terdiri dari
    • Tiang, berfungsi sebagai penyangga layar
    • Bagasi depan, sebagai penyimpanan persediaan makanan
  2. Bagian tengah terdiri dari:
    • Mesin gardan, mempunyai tenaga 30 bk, digunakan untuk menggulung jaring, sebagai jaring penangkapan ikan
    • Andang-andang terbuat dari bambu sebagai penyimpanan barang atau jaring cadangan dan pakaian
    • 6 bagasi untuk penyimpanan hasil tangkapan dan diawetkan dengan es batu (satu bagasi berisi 8 kwintal ikan).
  3. Bagian belakang, terdiri dari:
    • Diesel, untuk penggerak kapal
    • Dua kemudi kapal kiri dan kanan
    • Kotak tenaga surya, dari tenaga surya, untuk menghidupkan VCD, tape, dan lampu

Di samping tiga bagian tersebut, terdapat dua bagian lagi yaitu:

Þ Bagian samping kiri terdapat delapan bagasi yang berisi tampar yang panjangnya 900m.

Þ Bagian samping kanan terdapat delapan bagasi kosong untuk menguras air.

Selain itu terdapat peralatan yang lain yang terdapat di dalam kapal seperti

Þ Ban, yang diletakkan disamping yang berfungsi sebagai pelindung agar buritan kapal tidak rusak ketika berbenturan dengan pinggir pelabuhan ataupun dengan kapal yang lain.

Þ Tong, untuk tempat kompor dan peralatan masak

Þ Dua jangkar sebagai patokan kapal

Þ Bendera, sebagai identitas kapal

Þ Tangga penyeberangan


HASIL TANGKAPAN DAN SISTEM PENGELOLAANNYA

Mayoritas penduduk Kecamatan Brondong menggeluti profesi keseharian sebagai nelayan. Pekerjaan ini yang menjadikan masyarakat di sekitar Pelabuhan Brondong, Lamongan untuk terus eksist bertahan hidup, meskipun pusaran ekonomi yang tidak menentu dan kadang-kadang tidak berpihak kepada mereka. Ini tampak dari berbagai keluhan masyarakat pesisir yang berhasil kami wawancarai. Contohnya, mereka terkesan tidak tahu menahu dengan kondisi perpolitikan di Indonesia (apolitis) tetapi lebih mementingkan aspek kesejahteraan ekonomi mereka sendiri—keluhan mendasar mereka terutama pada melambungnya harga Bahan Bakar Minyak (BBM)[3].

Secara umum, aktivitas perekonomian masyarakat Brondong terpusat di pasar pelabuhan. "Jam-jam sibuk" penduduk berkisar antar jam 10.00-14.00 siang. Di pelabuhan tersebut terdapat PPI (Pusat Pelelengan Ikan); merupakan tempat berlabuhnya hasil tangkapan nelayan yang baru melaut. Di depan PPI terdapat pabrik pengeringan ikan yang hasilnya berupa ikan-ikan kering (asin) berbagai jenis seperti ikan teri nasi, ikan kapas, ikan selar. Hasil pengeringan ini merupakan produk "ekspor lokal'' yang dikirimkan ke sejumlah kota-kota besar di Jawa Timur, seperti: Malang, Jember, Surabaya dan juga luar Jawa Timur seperti Bali dan Jakarta.

Selain itu, jenis ikan hasil tangkapan nelayan Brondong antara lain: ikan jaket, ikan layang, ikan kakap merah, ikan bukur, udang, cumi-cumi dan lain-lain. Hal yang paling umum yang dilakukan nelayan disana adalah melakukan penyimpanan hasil tangkapan selama 4-5 hari, setelah itu baru di jual ke pengepul ataupun langsung ke PPI. Ikan tangkapan yang disimpan tersebut termasuk dalam ikan-ikan kualitas ekspor.




[1] Masyuri, Menyisir Pantai Utara: Usaha dan Perekonomian Nelayan di Jawa dan Madura 1850-1940, (Yogyakarta: Yayasan Pustaka Nusatama), hal 44.

[2] Masyuri, Menyisir Pantai Utara, ibid, hal 42.

[3] Wawanara dengan Rohim (28 tahun), salah seorang awak kapal Jaya Bakti di Pelabuhan Brondong, Lamongan tanggal 28 Juni 2008.

5 komentar:

  1. apa ada yang lain soal pemasaranya????

    BalasHapus
  2. pemasarannya??? bisa kasih tw infonya dong??

    BalasHapus
  3. pemasarannya langsung dilakukan oleh pedagang/ tengkulak yang ambil di TPI (Tempat Pelelangan Ikan)

    BalasHapus

monggo kirim komentar