Terik matahari siang di Surabaya. Sangat panas rasanya. Tyas sudah hampir putus asa. Sudah keliling Surabaya dan sudah meletakkan beberapa lamaran pekerjaan pada beberapa perusahaan, belum ada satu pun yang menerimanya. Lelah, capek rasanya. Sebenarnya di Malang Tyas sudah punya pekerjaan, akan tetapi pekerjaan itu sangat melelahkan, bukan untung yang didapat, buntung iya. Bekerja begitu keras sampai malam tapi bayaran sedikit. Bahkan selama dua bulan ini Tyas belum menerima bayaran. Dia belum menjual produk perusahaan, jadi kena hukuman, tidak digaji. Untungnya masih ada uang sisa bonus yang dia terima. Siang itu Tyas mampir ke rumah mbak yu-nya, kakak perempuan satu-satunya, saudara kandungnya yang ada di Surabaya. Niat awal Tyas hanya mampir saja, masak ke Surabaya tidak mampir ke rumah mbaknya. Rencananya setelah mampir dia langsung balik ke Malang lagi. Masih ada urusan yang harus di selesaikan di Malang. Tyas masih tercatat sebagai mahasiswa di Universitas Brawijaya Malang. Tyas segera mengurus dulu administrasi untuk kelulusan, kata kerennya wisuda. Tyas agak terlambat mengurus wisuda karena ditinggal kerja, teman-temannya sebagian besar sudah melakukan wisuda. Cuma memakai berdandan memakai toga, kemudian rektor menggeser tali di topi toga, bisa membuat orang bingung mengurus. Lebih-lebih harus memeras otak untuk studi selama 3-4 tahun, bahkan ada yang sampai 5 tahun. Pamit mau pulang kembali ke Malang menjadi awal keberuntungan bagi Tyas. Wati, sahabatnya sejak SMP menjemput Tyas di rumah mbaknya. Wati memberikan informasi kepada Tyas bahwa ada recruitment di perusahaan tampat dia bekerja, kata Wati sistemnya walking interview. Kesempatan tidak datang dua kali. Tyas mengurungkan niatnya kembali ke Malang. Tyas akhirnya di bonceng Wati kembali ke kosnya Wati. Sangat mendadak, walking interview-nya diadakan besok pagi Malam hari itu juga Tyas mempersiaplam segala dokumen lamaran pekerjaan. Baju pinjam ke Wati, sekaligus sepatu. Malam itu Tyas sibuk sekali, seperti seorang komandan yang merancang strategi untuk menghadapi medan perang pada keesokan harinya. ”Santai aja Yas, kamu istirahat saja, besok kan harus fit untuk wawancara”, Wati mengingatkan. Keesokan harinya Tyas melirik kalender yang ada di tembok dekat pintu keluar kamar kos. Tanggal 16 Januari 2009, ”Semoga aku beruntung”, batinnya. Tyas berangkat menuju sebuah gedung. Ternyata interviewnya diadakan di Hotel Mercury. Di lobby hotel banyak sekali orang. Sudah bisa ditebak itu adalah orang-orang yang melamar pekerjaan. Rupanya perusahaan itu menjanjikan. Dengan senyum Tyas melirik map lamaran kerjanya, Axtra Mandiri, itulah nama perusahannya. Melihat banyak orang Tyas bukannya senang ada temannya, tapi malah bingung. ”Mbak, ini interviewnya kapan?”, tanya Tyas kepada salah satu pelamar. ”Lho, mbak gak tahu ya, ini sudah intervew yang kedua. Kemarin sudah interview tahap pertama, sekarang intervew tahap kedua”. Tyas semakin bingung, ”Kok sudah tahap kedua, katanya Wati ada walking interview?”. Kemudian ada pegawai recruitment yang ke kamar mandi. Tanpa malu Tyas membuntutinya sampai ke toilet. ”Orang ini lama banget sih, ngapain di dalam”, Tyas menggerutu. Lama menunggu akhirnya nongol juga orangnya. Dengan muka tebal Tyas bertanya,”Mbak, mau nanya, ini walking interviewnya kapan?”, ”Maksudnya?” pegawai itu bingung. ”Kata teman saya, di perusahaan ini ada walking interview, tapi kok sudah tahap kedua?”. ”Teman kamu siapa?”, tanya pegawai itu lagi. ”Egawati, staf AF1 di perusahaan ini”. Mendengar keterangan Tyas pegawai itu meminta map lamarannya kemudian membacanya, ”Oke, tunggu sebentar ya”. Kecemasan meliputi hati dan pikiran Tyas. Dia sudah pasrah apapun hasilnya. Tidak ada 7 menit kemudian, ”Kusumaningtyas, mohon ke ruang interview”. Belum selesai merenungi nasib sudah ada panggilan. Tyas segera sadar dan berjalan menuju ruang interview. Di ruangan itu Tyas memandangi suasana ruangan. Tentu bukan hal baru baginya menerima panggilan di sebuah ruang interview. Sebelumnya di Malang dia sudah pernah mengalaminya. Agak tegang rasanya tapi Tyas bisa segera mengatasinya. Kemudian datang pria memakai setelan jas hitam, dasinya cokelat agak keputih-putihan. Umurnya separuh baya. Orang ini adalah kepala unit recruitmen. ”Selamat pagi Kusumaningtyas”, suaranya berwibawa seperti seorang manager pada umumnya. ”Sebelumnya Anda sudah kerja?”. ”Sudah Pak”, jawab Tyas. ”Kalau boleh tahu kerja di perusahaan mana?”. ”Saya kerja di perusahaan Heroes yang bergerak di bidang properti di Malang Pak, bagian Marketing”. ”Oo properti ya, kalau begitu coba Anda praktekkan bagaimana cara Anda memikat konsumen”, tantang sang penginterview. Tentu menghadapi orang yang ingin membeli rumah bukan hal yang baru bagi Tyas. Dengan panjang lebar Tyas menjelaskan tentang produk perusahannya dulu di Malang. Dia kemudian menjelaskan rumah-rumah di Paralayangan, di Graha Warna dan lainnya. Penjelasan Tyas sangat jelas walaupun tidak memakai brosur. Tyas melihat wajah pria yang menginterviewnya sepertinya terkesan. Setelah menjalani interview, Tyas diminta meninggalkan tempat dan menunggu untuk dipanggil kembali. Selesai interview Tyas mengambil nafas dulu, istirahat sebentar. Belum lama istirahat, speaker kembali bersuara memanggil namanya. Kali ini Tyas menjalani interview yang kedua. Kali ini yang mengiterview adalah wanita separuh baya. Gaya pakaiannya seperti wanita karir kebanyakan. Memakai jas dengan setelan rok berwarna cokelat kehitam-hitaman. Panjang rambutnya sepundak. Tanpa banyak basa basi, wanita itu langsung memberondong Tyas dengan berbagai pertanyaan. ”Anda disini ingin mendapat gaji berapa?”, ”Saya ingin mendapat gaji 10 juta Bu”, jawab Tyas tegas. ”Anda ini termasuk berani ingin mendapat gaji 10 juta, kalau begitu Anda di perusahaan ini ingin ditempatkan di bagian apa?”, ”Saya menginginkan di bagian FA Bu,”. ”Oo begitu, asal tahu saja gaji di FA minimal dua juta tiga ratus, dipotong pajak, paling nanti dapatnya dua juta seratusan. Kenapa Anda tadi ingin gaji 10 juta?” Wanita itu agak tinggi nada bicaranya. ”Ibu tadi menanyakan saya ingin gaji berapa. Kalau pertanyaannya ”ingin”, tentu saya juga menjawabnya sesuai dengan keinginan saya. Penghasilan yang saya inginkan adalah 10 juta” Tyas menjawab singkat jelas. ”Kenapa Anda ingin di bagian FA?” tanya wanita itu lagi. ”Soalnya saya ini sangat menyukai bekerja dengan langsung menghadapi konsumen”. Agaknya jawaban Tyas ini menjadi pamungkas serentetan pertanyaan, kemudian Tyas dipersilahkan meninggalkan ruangan dan menunggu kembali panggilan berikutnya. Sudah dua kali Tyas duduk di kursi panas. Pikirannya sudah melayang. Sejenak termenung tidak ada 6 menit kembali, ”Kusumaningtyas harap memasuki ruang”. ”Apa lagi sekarang?”, batin Tyas. Memasuki ruang berikutnya bukan pria ataupun wanita yang menginterview. Kali ini yang dihadapi Tyas adalah soal-soal psikotes. Waduh sudah capek diinterview, belum sarapan, malah diberi soal. Lembar demi lembar Tyas menjawab soal psikotes. Sudah dua halaman yang berhasil dijawab oleh Tyas. Tinggal halaman terakhir, tapi bel menandakan berhenti sudah berbunyi. Keluar dari ruangan tes badan Tyas terhuyung, kunang-kunang kecil berkeliling di kepalanya. Untung saja Hp-nya berbunyi, kalau tidak mungkin Tyas sudah pingsan. Temannya Wati menelepon. ”Bagaimana tesnya”, ”Ya sudah selesai semua, tapi yang psikotes halaman terakhir belum aku kerjakan”. ”Ahh tidak apa-apa, itu gak begitu penting, aku malah cuma mengerjakan selembar”, ”Trus, kamu udah ketemu ama Bu Widya?” lanjut Wati di telepon. ”Siapa itu Bu Widya?” Tyas bingung. ”Ibu itu yang suka sama orang yang pintar dan punya semangat kerja, dia masih paro baya dan rambutnya sepundak, dia itu yang nantinya nyeleksi siapa yang berhak lolos”. Tyas berpikir sejenak, siapa ya? Jangan-jangan Ibu itu yang menginterviewnya tadi. ”Sudah, tadi aku sudah diinterview”. Selagi mengobrol dengan Wati Tyas melihat papan pengumuman terakhir seleksi rekruitmen. Banyak orang yang melihat. Satu persatu mulai meninggalkan tempat dengan muka lesu karena namanya tidak ada dalam daftar seleksi akhir. Tyas masih dalam keadaan telepon, dia melihat orang-orang satu-persatu meninggalkan tempat. Tyas melongok ke daftar yang lolos seleksi. Hanya empat yang lolos dari 156 pelamar dan ada nama Kusumaningtyas. ”Lho Wat, kok namaku ada di daftar pengumuman akhir, aku sungkan, tadi aku datang telat. Gak enak sama orang-orang?” Tyas tidak percaya kalau namanya ada dalam daftar. ”Ya wis to, itu bejomu2, berarti kamu diterima, ya udah siap-siap aja. Udah ya, selamat”, Wati menutup teleponnya. Tyas masih terbengong-bengong. Kemudian dia untuk kesekian kalinya dipanggil lagi. Empat orang yang diterima dikumpulkan dalam suatu ruangan. Di ruangan itu mereka di beri pengarahan. Akan ada tes lagi. Jadwal untuk besok adalah tes kesehatan. Kemudian mereka berempat akan melakukan tes akademis di Jakarta. Oleh karena itulah tes kesehatan penting dilakukan. Pihak perusahaan tidak menginginkan ada orang yang stress ketika di Jakarta karena tes di Ibukota negara itu sangat berat. Di ruangan itu juga ada Ibu Widya dan memberikan instruksi, ”Kalian harus bisa lolos tes, karena kalian ini akan ditempatkan di Jawa Timur. Asal kalian tahu orang dari Jawa Timur masih diperhitungkan oleh perusahaan. Jangan sampai kalah, dan jangan sampai mempermalukan saya yang telah memilih kalian”. Luar biasa perjuangan Tyas. Tidak rugi berangkat dari Malang malam-malam sehabis jaga stan di Matos, apalagi dia tidak bilang kekasihnya kalau ke Surabaya. Perjuangan berat itu mendapat balasan yang setimpal oleh Tuhan. Tyas diterima kerja di Axtra walaupun masih harus tes lagi di Jakarta. Setidaknya sudah 70% Tyas diterima. Sebelumnya di Surabaya Tyas memasukkan lamaran di berbagai perusahaan. Tidak ada panggilan membuat Tyas stress dan putus asa. Ada satu kunci keberhasilan Tyas. Ketika dia frustasi dia pinjam buku motivasi pada Wati. Tyas merasa pikirannya kering, kosong, dan tidak ada motivasi. Lembar demi lembar, halaman demi halaman Tyas membaca buku motivasinya Wati. Kemudian dia menemukan sebuah rahasia kehidupan yang berupa keinginan dan menuliskannya pada secarik kertas. Ternyata tulisan Tyas di kertas itu menjadi kenyataan. Dia berhasil di terima di Axtra dengan menyingkirkan para pesaingnya yang lain dan ajaibnya Tyas hanya melakukannya dalam waktu satu hari. Dia tidak tahu kalau wawancara diadakan dua kali. Tulisan di secarik kertas itu mengandung kekuatan yang sangat luar biasa. Tyas hanya menulis, ”AKU DITERIMA DI AXTRA MANDIRI PADA TANGGAL 16 JANUARI 2009”.
1 Advertising Financial
2 Keberuntungan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
monggo kirim komentar